Bismillahirrahmanirrahim
Minggu ini ada satu berita cukup penting di lingkungan saya yang ternyata saya terlambat mendengarnya. Seorang teman bercerita bahwa salah seorang sahabat saya telah memutuskan untuk melanjutkan hidup dan kehidupannya di tempat lain. Kami cukup lama bergaul sehingga wajar kalau saya terkejut mendengarnya. Sahabat saya itu telah memilih apa yang terbaik menurutnya bagi diri dan keluarganya. Semoga pilihan itu benar dan mendapat ridho dari Allah swt.
Hidup memang masalah dalam memilih. Setiap saat kita dipaksa atau terpaksa memilih satu diantara dua atau banyak pilihan. Dari mulai memilih makanan, baju, pasangan hidup, sekolah, termasuk cara dan tujuan hidup seseorang. Setiap pilihan pasti menimbukan konsekuensi. Akibat dari pilihat tersebut bisa menyenangkan, tidak jarang juga menyedihkan. Namun karena sudah dipilih, maka apapun akibat yang terjadi harus diterima dengan ikhlash dan lapang dada.
Persoalan yang harus disiapkan barangkali berupaya maksimal sehingga tidak melakukan kesalahan dalam memilih. Kesalahan dalam memilih biasanya berawal dari kekeliruan menganalisa permasalahan dan solusi-solusi yang tersedia. Oleh sebab itu ketelitian dan kecermatan dalam menganalisa persoalan mutlak diperlukan sehingga tidak ada penyesalan di belakang. Bahkan seandainya salah memprediksi akibat yang muncul sekalipun, penyesalan tidak akan sebesar ketika pilihan itu hanya dilakukan sambil lalu tanpa melalui perhitungan yang matang.
Lalu bagaimana supaya tidak salah memilih?
Tindakan pertama tentu saja mengenali piihan-pilihan itu dengan baik. Semakin banyak pilihan yang tersaji tentu membutuhkan waktu lebih lama untuk mengenali masing-masing. Maka faktor kesabaran berperan dalam fase ini. Kalau kita tidak sabar, bisa jadi aspek emosional yang lebih berperan. Karena ingin cepat selesai, tidak berfikir akibat jangka panjang dari pilihan yang diambil.
Setelah mengenali secara baik pilihan-pilihan yang tersaji di depan kita, maka perlu dilakukan analisa-analisa akibat dari masing-masing pilihan. Dalam beberapa persoalan, kita harus mencoba membuat banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi tentu. Bisa saja membuat 10 kemungkinan dari satu pilihan yang akan diambil. Jangan pernah hanya membuat satu kemungkinan akibat dari satu pilihan yang akan diambil karena ha tersebut akan membuat persiapan kita tidak maksimal ketika ternyata akibat dari pilihan yang kita ambil jauh dari prediksi yang kita buat.
Langkah selanjutnya adalah menentukan pilihan. Dalam menentukan pilihan maka perhatikan mana alternatif yang paling besar efek positifnya dan paling kecil memberikan dampak negatif bagi kita secara pribadi, orang lain, lingkungan dan lingkup yang lebih besar. Barometer yang dipergunakan sebagai standard adalah pedoman hidup kita yaitu al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. Dengan kata lain acuannya adalah apakah pilihan ini mendapat ridho dari Allah swt dan tidak bertentangan dengan contoh Rasulullah saw?
Bukan sebuah keputusan bijak kalau kemudian menjadikan hati nurani sebagai patokan dalam memilih. Jika orang tersebut baik imannya, ibadahnya dan juga akhlaq perbuatannya mungkin hati nuraninya membawa kepada maslahat. Tetapi bagaimana kalau dia adalah seorang yang tidak beragama, nafsu mejadi pendorong geraknya dan maksiat adalah amaliahnya. Tentu orang bertipe begini hati nuraninya mendorongnya untuk mengikuti kebiasaan yang ia jalani setiap harinya.
Ketika dalam memilih sesuatu (khususnya masalah-masalah yang besar) menjadikan Allah swt dan RasulNya sebagai patokan, tentu saja seseorang akan melibatkan Allah swt sejauh mungkin. Ia pasti akan meminta petunjuk melalui sholat istikharah sebagai media memohon petunjuk kepada Allah swt. Harapannya tentu saja apapun pilihan yang kita ambil melahirkan kebaikan.
Sikap itu pula akan menimbulkan efek berikutnya; tawakal. Berupaya menerima apapun konsekuensi yang diterima karena telah memilih. Kondisi hati yang selalu berbaik sangka (husnudzon) kepada Allah swt. Tidak ada penyesalan berkepanjangan atau bahkan umpatan atas segala hal yang terjadi. Dengan penuh iman dan kesadaran menyadari apapun yang terjadi tidak pernah lepasa dari qodho dan qodar Allah swt. Takdir adalah wilayah Allah swt sebagai Pemilik Alam semesta beserta isinya. Wilayah manusia adalah merencanakan, melaksanakan sebaik mungkin, berdoa dan tentu saja menerima hasil dari perbuatan yang telah dikerjakan.
Maka dalam kamus orang beriman, kondisi putus asa yang sangat berat tidak muncul dalam hidupnya. Apapun yang diperbuat selama itu benar dan baik balasannya pasti juga baik. Kalau balasan di dunia tidak diperoleh, ada hari pembalasan tempat semua amal ditampakkan dan dikembalikan kepada para pemiliknya. Itulah diantara salah satu hikmah meyakini kebenaran hari kiamat.
Minggu ini ada satu berita cukup penting di lingkungan saya yang ternyata saya terlambat mendengarnya. Seorang teman bercerita bahwa salah seorang sahabat saya telah memutuskan untuk melanjutkan hidup dan kehidupannya di tempat lain. Kami cukup lama bergaul sehingga wajar kalau saya terkejut mendengarnya. Sahabat saya itu telah memilih apa yang terbaik menurutnya bagi diri dan keluarganya. Semoga pilihan itu benar dan mendapat ridho dari Allah swt.
Hidup memang masalah dalam memilih. Setiap saat kita dipaksa atau terpaksa memilih satu diantara dua atau banyak pilihan. Dari mulai memilih makanan, baju, pasangan hidup, sekolah, termasuk cara dan tujuan hidup seseorang. Setiap pilihan pasti menimbukan konsekuensi. Akibat dari pilihat tersebut bisa menyenangkan, tidak jarang juga menyedihkan. Namun karena sudah dipilih, maka apapun akibat yang terjadi harus diterima dengan ikhlash dan lapang dada.
Persoalan yang harus disiapkan barangkali berupaya maksimal sehingga tidak melakukan kesalahan dalam memilih. Kesalahan dalam memilih biasanya berawal dari kekeliruan menganalisa permasalahan dan solusi-solusi yang tersedia. Oleh sebab itu ketelitian dan kecermatan dalam menganalisa persoalan mutlak diperlukan sehingga tidak ada penyesalan di belakang. Bahkan seandainya salah memprediksi akibat yang muncul sekalipun, penyesalan tidak akan sebesar ketika pilihan itu hanya dilakukan sambil lalu tanpa melalui perhitungan yang matang.
Lalu bagaimana supaya tidak salah memilih?
Tindakan pertama tentu saja mengenali piihan-pilihan itu dengan baik. Semakin banyak pilihan yang tersaji tentu membutuhkan waktu lebih lama untuk mengenali masing-masing. Maka faktor kesabaran berperan dalam fase ini. Kalau kita tidak sabar, bisa jadi aspek emosional yang lebih berperan. Karena ingin cepat selesai, tidak berfikir akibat jangka panjang dari pilihan yang diambil.
Setelah mengenali secara baik pilihan-pilihan yang tersaji di depan kita, maka perlu dilakukan analisa-analisa akibat dari masing-masing pilihan. Dalam beberapa persoalan, kita harus mencoba membuat banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi tentu. Bisa saja membuat 10 kemungkinan dari satu pilihan yang akan diambil. Jangan pernah hanya membuat satu kemungkinan akibat dari satu pilihan yang akan diambil karena ha tersebut akan membuat persiapan kita tidak maksimal ketika ternyata akibat dari pilihan yang kita ambil jauh dari prediksi yang kita buat.
Langkah selanjutnya adalah menentukan pilihan. Dalam menentukan pilihan maka perhatikan mana alternatif yang paling besar efek positifnya dan paling kecil memberikan dampak negatif bagi kita secara pribadi, orang lain, lingkungan dan lingkup yang lebih besar. Barometer yang dipergunakan sebagai standard adalah pedoman hidup kita yaitu al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. Dengan kata lain acuannya adalah apakah pilihan ini mendapat ridho dari Allah swt dan tidak bertentangan dengan contoh Rasulullah saw?
Bukan sebuah keputusan bijak kalau kemudian menjadikan hati nurani sebagai patokan dalam memilih. Jika orang tersebut baik imannya, ibadahnya dan juga akhlaq perbuatannya mungkin hati nuraninya membawa kepada maslahat. Tetapi bagaimana kalau dia adalah seorang yang tidak beragama, nafsu mejadi pendorong geraknya dan maksiat adalah amaliahnya. Tentu orang bertipe begini hati nuraninya mendorongnya untuk mengikuti kebiasaan yang ia jalani setiap harinya.
Ketika dalam memilih sesuatu (khususnya masalah-masalah yang besar) menjadikan Allah swt dan RasulNya sebagai patokan, tentu saja seseorang akan melibatkan Allah swt sejauh mungkin. Ia pasti akan meminta petunjuk melalui sholat istikharah sebagai media memohon petunjuk kepada Allah swt. Harapannya tentu saja apapun pilihan yang kita ambil melahirkan kebaikan.
Sikap itu pula akan menimbulkan efek berikutnya; tawakal. Berupaya menerima apapun konsekuensi yang diterima karena telah memilih. Kondisi hati yang selalu berbaik sangka (husnudzon) kepada Allah swt. Tidak ada penyesalan berkepanjangan atau bahkan umpatan atas segala hal yang terjadi. Dengan penuh iman dan kesadaran menyadari apapun yang terjadi tidak pernah lepasa dari qodho dan qodar Allah swt. Takdir adalah wilayah Allah swt sebagai Pemilik Alam semesta beserta isinya. Wilayah manusia adalah merencanakan, melaksanakan sebaik mungkin, berdoa dan tentu saja menerima hasil dari perbuatan yang telah dikerjakan.
Maka dalam kamus orang beriman, kondisi putus asa yang sangat berat tidak muncul dalam hidupnya. Apapun yang diperbuat selama itu benar dan baik balasannya pasti juga baik. Kalau balasan di dunia tidak diperoleh, ada hari pembalasan tempat semua amal ditampakkan dan dikembalikan kepada para pemiliknya. Itulah diantara salah satu hikmah meyakini kebenaran hari kiamat.