RSS

anomali dalam kebaikan

abinehanafi Filed Under: Label:
Bismillahirrahmanirrahim

Saya baru mengenalnya setahun belakangan ini. Bagi saya, dia orang baik, pikirannya tidak neko-neko, sungguh-sungguh mengerjakan amanah yang diberikan kepadanya meskipun terkadang di luar kapasitas dirinya. Tambahan lagi, rasa iri dan cemburu dengan orang lain sangat jarang sekali keluar dari lisannya. Seakan-akan saya melihat tipe sosok orang jawa asli zaman dulu.

Saya beruntung mengenal dan sering berinteraksi dengannya. Pada saat zaman sudah mengukur segala sesuatu sepenuh hati dengan materi, orang itu masih bisa menjaga dirinya tidak larut dalam budaya tersebut. Keikhlasan, kesungguhan, kerja keras dan ketawakalan merupakan prinsip hidup yang berusaha ia pegang sebagai pesan dari orang tuanya. Terus terang saya banyak belajar dari orang ini.

Sejarah memang selalu melahirkan orang-orang yang anomali dengan kondisi umum lingkungan, masyarakat dan dunia secara lebih luas. Mereka hadir untuk memberikan nuansa lain dan menawarkan pilihan hidup lebih baik dari orang kebanyakan. Minoritas memang tidak mesti lebih baik dari mayoritas, tapi juga tidak mesti lebih buruk bukan?

Rasulullah saw juga adalah anomali bagi kehidupan jahiliyyah kaum dan masyarakatnya. Beliau berbeda dengan warga Makkah yang ketika itu terjebak dalam tingkah laku menghalalkan segala macam cara untuk memperoleh kekayaan, bergantung kepada kekuatan kosong berhala dan hubungan sosial yang sakit karena yang kuat (kaya) menindas yang lemah (miskin/budak). Beliau tampil untuk merubah dan merombak tatanan tersebut.

Al-Mustofa menawarkan peradaban tauhid sebagai pilihan hidup. Beliau mengajarkan kepada manusia kepada siapa seharusnya mereka sembah dan abdikan hidupnya. Dengan bimbingan wahyu Allah swt beliau ajak manusia untuk mencari nafkah dengan cara yang benar dan jujur. Prinsip sosial berdasarkan azas cinta, kasih sayang dan persaudaraan beliau ajarkan kepada pengikutnya. Maka riba, perbudakan dan pembunuhan anak perempuan hanya tinggal kisah masa lalu yang kelam dan harus dikubur dalam-dalam di buku sejarah bangsa Arab.

Mulanya beliau berteriak sendirian, lalu istri, anak asuh, pembantu dan sahabat terdekatnya mengikuti ajaran agung tersebut. Beliau dimusuhi, diboikot, diancam, dianiaya, diusir dan hampir dibunuh oleh orang-orang yang tidak menyukai seruan kebenaran. Beliau menerima itu semua dan menangungnya dengan suka rela. Tidak heran ketika malaikat gunung menawarkan kepada beliau untuk mengazab orang-orang yang mengusir dan melempari beliau hingga berdarah di Thaif, beliau menolak malah mendoakan kebaikan bagi generasi keturunan orang-orang tersebut. Subhanallah!!!

Duniapun tercengang karena ketika beliau meninggal, ratusan ribu sahabat beliau tinggalkan. Mereka melanjutkan gerak dakwah Islam memberikan pencerahan kepada dunia dan manusia yang menghuninya. Selama tujuh abad berikutnya dunia berada dalam naungan Islam.

Pilihan hidup berbeda itu pula yang diambil salah seorang sahabat terdekat Rasulullah saw, Abu Dzar al-Ghifari. Sahabat ini selalu memanggil Rasulullah saw dengan sebutan Khalilii; kekasihnya. Sebuah panggilan yang menunjukkan cintanya kepada laki-laki mulia tersebut. Dan karena kecintaanya kepada Rasulullah saw itulah yang membuat ia hidup berbeda dari manusia lain pada zamannya.

Abu Dzar al-Ghifari tidak tahan melihat kehidupan kaum muslimin pada masa akhir hidupnya mulai bergelimang harta dan berlebih-lebihan dalam kepemilikan materi. Beliau tidak bisa untuk tidak bersuara mengkritik kebiasaan tersebut karena cintanya kepada para sahabatnya dan kaum muslimin.

Awalnya beliau bersuara lantang kepada masyarakat Syam, khususnya gubernur Syam, Muawiyyah bin Abu Sufyan. Sang gubernur yang dikenal cukup falmboyan merasa terusik dan terganggu, tetapi ia menyadari bahwa yang dihadapinya bukan orang biasa tetapi sahabat Rasulullah saw. Maka iapun mengadu kepada sang Khalifah ketiga Utsman bin Affan di Madinah tentang kesusahannya atas keberadaan Abu Dzar di wilayahnya.

Khalifah Utsman yang terkenal lembut dan penyayang itupun kemudian meminta sahabatnya itu kembali ke Madinah tinggal di kota Nabi. Mendapat panggilan dari sahabat sekaligus khalifahnya, Abu Dzar langsung berangkat tidak menawar sama sekali.

Namun ternyata iapun harus kecewa kedua kalinya. Di Madinah ia juga melihat beberapa orang mulai menumpuk-numpuk harta secara berlebih. Ia kembali tampil paling depan mengkritisi kenyataan tersebut. Banyak orang simpati dan mendukung sepak terjangnya. Akibatnya orang-orang kaya yang tersindir ucapan-ucapannya gerah dan mulai tidak menyukai kehadirannya di kota Madinah.

Melihat kenyataan yang ada, khalifah Utsman menyuruh Abu Dzar meninggalkan Madinah menuju Rabadzah. Ketika itu Rabadzah adalah sebuah dusun kecil di jalur jalan kafilah Irak Madinah. Beliau pun berangkat memenuhi perintah khalifah dan meninggal di tempat tersebut.

Istrinya menangis sedih ketika suaminya menjelang meninggal ia tidak mempunyai kain kafan dan juga orang untuk membantunya mengubur jenazahnya. Namun Abu Dzar mengatakan bahwa kekasihnya Muhammad saw telah mengabarkan nasibnya, termasuk akan datangnya sekelompok orang yang akan menguburkannya di tempat ia meninggal dunia.

Tak lama berselang setelah Abu Dzar meninggal, lewatlah rombongan sahabatnya Abdullah bin Mas’ud di tempat tersebut. Beserta para sahabatnya, ia menguburkan jenazah Abu Dzar al-Ghifarri yang hanya ditunggui oleh istrinya saja. Abdullah bin Mas’ud pun berkata menyampaikan sabda Rasulullah saw kepada Abu Dzar, “Benarlah ucapan Rasulullah!. Kamu berjalan sebatang kara, mati sebatang kara, dan nantinya (di akhirat) dibangkitkan sebatang kara”.

Begitulah zaman mencatat mereka. Berbeda tapi lebih normal. abnormal tapi justru lebih normal dari orang yang merasa normal. Namun orang-orang seperti itu lebih banyak tidak tercatat dalam sejarah manusia, apalagi mereka juga tidak membutuhkannya. Karena bagaimanapun adalah watak sejarah hanya mencatat peristiwa-peristiwa besar dan orang-orang besar saja. Prinsip sejarah yang sebenarnya telah berubah ketika Islam datang. Karena dalam Islam, seorang Bilal bin Rabah yang seorang budakpun tampil menjadi hero dan teladan bagi umat Islam.

Karenanya, tidak salah kalau memilih menjadi anomali bagi lingkungannya. Selama sikap yang berbeda itu lebih baik dan lebih benar dalam pandangan Allah swt dan Rasul-Nya. Jangan sebaliknya, justru di dalam lingkungan yang baik dan benar tidak enjoy dan merasa terasing. Kalau itu yang terjadi artinya yang salah bukan lingkungan, tapi diri sendiri sehingga langkah tepat dan bijaksana kalau segera bertaubat sungguh dan memperbaiki diri. Mumpung belum terlambat dan supaya tidak terlambat sehingga menjadi penyesalan.

| edit post

0 Responses to "anomali dalam kebaikan"

Posting Komentar