RSS

Majelis Iman

abinehanafi Filed Under: Label:
Bismillahirrahmanirrahim

"Mari kita duduk sejenak mengingat Allah swt"
Abdullah bin Mas'ud ra


Ikhwanifillah, perjalanan hidup kita setiap hari yang penuh dengan aktifitas kadang melenakan sehingga jarang melihat ke dalam diri kita sendiri. Tuntutan hidup, keluarga dan pekerjaan telah banyak menyita waktu. Berat rasanya meluangkan waktu untuk sejenak merenungi perjalanan kita sampai dengan saat ini. Sudah sampai di mana kita?

Perenungan akan perjalanan hidup sangat penting untuk dilakukan sebagai sarana mengaca diri. Apakah bertambahnya jumlah usia yang dimiliki dan berkurangnya jatah hidup sejalan dengan peningkatan kualitas taqwa yang bersemayam di dalam hati kita?

Adalah sebuah kerugian kalau kemudian manakala usia semakin tua sedangkan keimanan dan ketaqwaan yang dimiliki tidak bertambah kualitasnya, bahkan menurun. Itulah sesungguhnya kerugian yang harus di ratapi dan ditangisi.

Maka perenungan yang kita lakukan diantara tujuannya adalah untuk menjaga diri tidak jatuh terjerembab ke dalam fenomena tersebut. Melihat ke dalam adalah melihat prestasi amal dan tumpukan kesalahan yang telah diperbuat. Manakah yang lebih banyak?

Ketika kemudian prestasi kebaikan yang nampak lebih menonjol maka segera saja kita mengucapkan syukur kehadirat Allah swt. Sikap itu merupakan wujud pengakuan bahwa semua perbuatan kita tidak lepas dari pertolongan Allah swt. Sekaligus juga menjaga tumbuh suburnya perasaan riya' ataupun sombong yang biasanya gampang masuk ke dalam hati-hati yang terlalu bergembira.

Demikian pula sebaliknya. Apabila hasil penghitungan prestasi amal jauh dari harapan karena telah banyak bermaksiat kepada Allah swt, maka lisan segera mengucapkan istighfar sembari hati memohon ampun kepadaNya atas segala kesalahan selama ini.

Pengucapan taubat lewat lisan dan hati itu kemudian kita lanjutkan dengan memperbaiki amalan lewat aksi nyata. Praktiknya adalah peningkatan ibadah ritual kita untuk memperbaiki hubungan dengan Allah swt (hablum minallah) dan juga memperbaiki pola interaksi dengan makhluq Allah swt yaitu manusia dan ciptaan lainnya.

Dengan demikian perenungan yang kita lakukan tidak kosong. Lamunan kita tidak menyesatkan karena imajinasi yang liar.

Fungsi perenungan lainnya adalah untuk mengisi ulang baterai keimanan yang kita miliki. Sadar atau tidak perjalanan hidup kita sehari-hari kadang membuat kebeningan iman kita berkurang. Debu-debu kesalahan mungkin mulai menutupi kebebingan hati kita.

Hati yang kusam, kata imam Ghazali, akan susah menerima cahaya Allah swt, sang Maha Cahaya. Kalau dibiarkan dengan sendirinya akan mengerogoti kadar keimanan yang kita miliki.

Itulah rahasia Rasulullah saw mengajak umatnya minimal sepuluh hari dalam setahun ketika akhir Ramadhan untuk beri'tikaf memperbanyak ibadah kepada Allah swt. Allah swt sendiri mentarbiyah Muhammad sebelum menerima wahyu untuk menyukai kesendirian di gua Hira selama kurang lebih tiga tahun.

Terlebih ketika kita hidup pada potongan zaman yang tidak stabil sekarang ini. Perubahan bisa terjadi dalam hitungan hari, jam bahkan detik. Kestabilan iman merupakan sarana paling efektif untuk menjaga diri kita tidak larut dalam putaran arus yang tidak selamanya menjaga manusia tetap dalam jalan Allah swt.

Alasan lainnya yang tidak kalah pentingnya perenungan bagi diri kita adalah sebuah kesadaran bahwa hidup kita merupakan seleksi dari Allah swt. "Dialah yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian siapa yang paling baik amalnya" (Al-Mulk ayat 2).

Inilah ujian sesungguhnya. Ujian yang tidak menunggu tiga bulan, enam bulan, satu tahun atau bahkan tiga tahun. Ujian dari Allah swt berlangsung setiap saat, sepanjang waktu dan di setiap tempat.

Tidak ada detik tanpa pantauanNya, tidak ada saat tanpa tatapanNya, dan tidak ada jengkal tanah tanpa pengawasanNya. "Bahkan selembar daun kering yang jatuh dari pohonpun Allah swt mengetahuinya".

Maka wajar kalau Ali bin Abi Thalib kemudian mengatakan para sahabat Rasulullah saw itu kalau bicara mereka berdzikir, sedangkan jika diam mereka merenung. Orang-orang yang Allah swt bukakan dunia di hadapannya tapi mereka memegang di dalam tangannya, tidak menyimpan di dalam hatinya. Merekalah sebaik-baik panutan dan teladan.

Mari berhenti sejenak di majelis iman untuk menginggat Allah swt.

| edit post

0 Responses to "Majelis Iman"

Posting Komentar