RSS

cinta yang menyelamatkan

abinehanafi Filed Under: Label:
Bismillahirrahmanirrahim

Datang dan duduk di depan saya sore kemarin seorang anak belasan tahun. Ia bercerita tentang kondisi dirinya akhir-akhir ini; terikat lagi dengan seseorang yang ia taksir pada masa lalunya. Awalnya ia tidak merespon godaan itu. Namun ketika teman akrabnya berbicara dengan perempuan itu di depannya lewat ponsel, hatinya bergetar. Ia pun kembali menjalani hari-hari seperti dulu lagi; menunggu perempuan itu menelponnya ataupun ia menelponnya.

Bisa ditebak bagaimana hari-hari anak muda ini selanjutnya. Ia mengaku dua minggu ini siklus hidupnya relatif berubah. Kalau hari-hari sebelumnya ia terkenal sebagai figur yang aktif dalam segala aktifitas positif di tempatnya, sekarang berubah. Ia menjadi anggota kelompok anak-anak muda yang perlu mendapat perhatian lebih dari para sesepuh.

Ia resah, gelisah, gundah dan tidak mau masalah itu menganggu prestasinya. Ia datang untuk bercerita bebannya dan meminta solusi untuk menyelesaikannya. Ia berharap semua itu berlalu kembali dan muncul lagi sosok dirinya seperti yang orang kenal dua minggu yang lalu.

Merupakan sesuatu yang fitrah bagi manusia untuk menyukai sesuatu; harta benda, keluarga, termasuk lawan jenis. Meski demikian semuanya memiliki aturan dan prosedur sendiri-sendiri. Jika dilanggar bisa-bisa berakibat tidak baik.

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Ali-Imron ayat 14).

Lalu kepada siapa cinta itu harus dipersembahkan?

Cinta sejati tentu saja harus diserahkan kepada Allah swt sebagai pemilik seluruh jagad raya dan pemberi kehidupan kepada manusia. Menyusul kemudian cinta kepada Rasulullah saw sebagai panutan dalam kehidupan seorang muslim.

Perasaan cinta berikutnya ditumpahkan kepada sesama manusia dan harta duniawi. Dengan satu kesadaran tentunya itu semua adalah ujian Allah untuk menentukan tingkat keimanan dan ketakwaan seseorang. Ia tidak kekal bisa berubah-ubah setiap saat dan bergantung kepada keadaan.

Manusia diperbolehkan mencintai siapa saja asalkan perasaan cinta itu dibina atas dasar cinta karena Allah. Dengan kata lain kecintaan kepada seseorang itu merupakan implementasi tindakan untuk mendapatkan keridhaan dari Allah swt. “Tidak sempurna iman kalian sebelum mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri” (HR.Buhari-Muslim).

Suatu ungkapan perasaan cinta karena Allah swt tentunya sesuai dengan syariat-Nya. Ketaatan kepada Allah swt menjadi skala pertama, sehingga tidak pernah membuktikan cintanya kepada seseorang dengan melakukan perbuatan yang dimurkai Allah swt seperti melakukan perzinaan. Cinta yang benar dan suci seharusnya menjadikan akhlaq Islami sebagai landasan, bukan keinginan nafsu semata.

Terdapat empat ciri yang harus ada dalam cinta menurut Erich Fromm. Keempat aspek itu adalah care (perhatian), responsibility (tanggung jawab), respect (hormat), dan knowledge (pengetahuan).

Jika keempat hal itu kemudian diberikan kepada seseorang karena rasa cintanya, maka gelora itu akan memunculkan sebuah bangunan bernama Taj Mahal berikut kisahnya. Ataupun juga melahirkan legenda nan tragis tentang Laila dan Majnun.

Dari Sai’d al Khudri Rasulullah saw bersabda "Sesungguhnya dunia itu adalah manis rasanya dan hijau (enak dipandang mata). sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'aala menjadikan kalian khalifah di dalamnya, maka Allah Ta'ala memandang kepada amal kalian. Berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita, karena sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah dalam urusan wanita"
(HR. Muslim)

Namun apabila aspek-aspek itu diarahkan kepada kecintaan kepada Allah swt berikut syariat-Nya, maka sejarah kemudian mengisahkan tentang kebesaran sosok Mushab bin Umair ataupun epos kepahlawanan Hanzalah bin Amr. Nama pertama rela meninggalkan semua kemewahan untuk memilih Islam, sementara nama kedua merelakan bulan madunya ditukar dengan denting pedang dan deru kuda di medan Uhud sekaligus ajang terakhir pembuktian cintanya.

"maka setiap perbuatan dan gerakan di alam semesta ini adalah berasal dari cinta dan keinginan. Kedua hal itulah yang mengawali segala pekerjaan dan gerakan, sebagaimana benci dan ketidaksukaan yang mengawali untuk meninggalkan dan menahan diri dari sesuatu.”. Demikian ungkapan Ibnu Qayyim.

Jika demikian, pecinta macam apa kita ini?


| edit post

1 Response to "cinta yang menyelamatkan"

  1. Anonim Says:
  2. kalau aku jelas pecinta wanita

Posting Komentar