RSS

agama dan budaya

abinehanafi Filed Under: Label:
Bismillahirrahmanirrahim

Pagi tadi saya berkesempatan berkunjung ke terminal bus antar kota dan antar propinsi. Sebagai salah satu anggota masyarakat yang menganut paham “mudik itu mencerahkan” tentu saja tidak boleh ketinggalan meramaikan hajatan besar tiap tahun di negeri kita ini. Tentu saja menjaga niat harus senantiasa diupayakan; silaturahim kepada orang tua dan kerabat sebagai salah satu cerminan anak yang berbakti kepada orang tua.

Suasana terminal sangatlah penuh dengan manusia. Tidak terasa sudah tiga tahun saya tidak mengunjungi terminal tersebut. Atas kebaikan seorang kawan - yang pada bulan suci ini sudah lebih dulu dipanggil Allah swt - selama tiga tahun saya tidak pernah mencari tiket untuk mudik karena mendapat tumpangan di mobilnya. Jarak kediaman almarhum memang tidak jauh untuk ukuran kampung dengan tempat saya tinggal yakni sekitar 50 sampai 60 km. semoga Allah swt mengampuni segala dosanya dan memasukkan beliau ke surgaNya. Aminnn.

mudik; spiritual, sosial, ekonomi, politik, ...
Konon mudik adalah kebiasaan masyarakat Indonesia yang unik dan asli budaya lokal. Walaupun mungkin di bagian dunia yang lain fenomena tersebut ada, namun dampaknya tidak sampai mempengaruhi kehidupan satu negara seperti disini.

Susah untuk melogikakan kebiasaan mudik di masyarakat Indonesia. Fenomena tahunan ini seakan sudah menjadi agenda tahunan wajib bagi sebagian besar perantau. Tidak lengkap rasanya hidup kalau tidak mudik setiap lebaran. Apapun akan dipertaruhkan, seberapa besar biaya yang harus keluar tidak menjadi masalah asalkan bisa berkumpul dengan sanak famili di kampung selama beberapa hari.

Maka kota-kota besar di negeri ini berkurang jumlah warganya, termasuk ibu kota Jakarta. Kota terbesar di Indonesia yang biasanya penuh dan macet selama beberapa hari akan lebih longgar serta lapang. Berkah hari raya bagi yang tidak mudik tentu saja. Saya kadang membayangkan dan berkhayal kalau kemudian ada pasukan bersenjata yang iseng karena kurang kerjaan bisa saja memanfaatkan moment mudik untuk menguasai ibu kota dengan pasukannya. Toh banyak pejabat negara termasuk aparat keamanan yang llibut satu atau dua hari ketika Idul Fitri. Namun Alhamdulillah hal tersebut tidak pernah terjadi.

Kebutuhan untuk sungkem kepada orang tua, nyekar ke makam para leluhur serta bercekengkerama dengan masa lalu seakan susah untuk dilawan setiap idul fitri. Ada suasana berbeda ketika pulang idul fitri dengan pulang pada hari-hari lainnya. Begitu seorang teman beralasan kenapa setiap idul fitri harus pulang kampung.

Tidak bisa dipungkiri juga kalau kedatangan dan kepulangan para pemudik telah memutar lebih kencang roda ekonomi masyarakat selama beberapa hari. Bisnis transportasi mungkin menjadi pihak paling diuntungkan. Lonjakan jumlah penumpang dan hak untuk menaikkan harga tiket menjadi kado lebaran bagi para mengelola bisnis agkutan darat, laut dan udara setiap tahunnya. Sayangnya setiap tahun tetap saja ada beberapa oknum yang nakal merugikan para konsumen jasa transportasi. Semoga tahun ini berita-berita tentang kondisi tersebut tidak terjadi lagi.

Pemandangan yang lumrah kalau kemudian kita melihat orang yang mudik membawa motor atau mobil baru, termasuk bingkisan-bingkisan untuk keluarga di kampung juga harus serba baru. Nampaknya ada keinginan kuat dari para pemudik untuk menjukkan dan menampilkan cerita sukses kehidupan diperantauan malalui barang-barang bawaannya.

Terlebih bagi kaum wanita. Bagi mereka biasanya cerita sukses tersebut diwujudkan dengan aksesoris-aksesoris yang dipakai seperti pakaian, gelang, cincin, kalung ataupaun perhiasan emas lainnya. Entah apakah itu semua barang milik pribadi, minjam ataupun sewa toh orang-orang di kampung tidak ada yang mengetahuinya.

Cerita sukses lewat omongan dan penampilan itulah yang membuat arus urbanisasi setiap tahun ke kota-kota besar di Indonesia selalu melonjak. Dalam kehidupan yang semakin materialis sepeti sekarang ini siapa yang tidak ngiler mendengar dan melihat tetangganya pulang dengan kesuksesan.

Fenomena mudik mungkin tidak akan berakhir karena dorongan psikologis relatif susah untuk dihilangkan, sementara arus urbanisasi mungkin bisa dikurangi dan ditekan seminimal mungkin. Peran pemerintah untuk lebih memeratakan kesejahteraan masyarakat di pedesaan harus lebih ditingkatkan.

Upaya selama ini yang sudah berjalan mungkin harus lebih dimonitor dan dievaluasi. Daripada trilyunan uang negara dari rakyat dipergunakan untuk menolong bank-bank yang kolaps dan justru dikorupsi oleh mereka lebih baik disalurkan ke masyarakat di pedesaan. Miris rasanya ketika kita melihat dan mendengar puluhan saudara-saudara kita di Papua kelaparan, sementara trilyunan uang yang seharusnya menjadi hak mereka lenyap dihabiskan para penjahat.

Pendidikan di daerah merupakan kunci perubahan bagi masyarakat. Penciptaan lapangan kerja yang mampu memobilisir para pemuda juga diperlukan sehingga bayangan mereka untuk merantau ke kota selepas sekolah menengah akan terkurangi. Bahkan kalau bisa menarik pulang para sarjana yang sudah menyelesaikan kuliahnya di perantauan untuk berkiprah di daerahnya sendiri.

Tentu saja yang tidak kalah penting adalah peran individu dan masyarakat secara umum. Tidak mungkin semuanya diserahkan kepada pemerintah yang tidak jarang juga kurang memikirkan rakyatnya, justru menyelamatkan para kroninya. Bagaimanapun juga keresahan sosial berawal dan berdampak kepada masyarakat sendiri.

Semoga kita mendapatkan pencerahan dan energi positif setelah mudik lebaran kali ini. Bagi yang tidak bisa mudik karena berbagai alasan; kuliah, kerja ataupun kendala lainnya tidak usah berkecil hati, toh kalau ada umur panjang Insya Allah masih ada kesempatan untuk sungkem kepada orang tua. Siapa tahu ada hikmah yang Allah swt berikan ketika tidak mudik tahun ini. Amiiin.

| edit post

0 Responses to "agama dan budaya"

Posting Komentar