RSS

Dakwah is along long way.....

abinehanafi Filed Under: Label:
Menghitung pasir di tepi laut jauh lebih mudah daripada mendidik akhlaq manusia
(Sayyid Qutb dalam Ma'alim fii Thoriq)

“Ahlan wa Sahlan....”

Assalamu’laikum wr wb
Ahlan wa sahlan bi khudurikum…. Selamat datang kembali kepada antum semua para siswa dan santri. Semoga perjalanan dari rumah masing-masing berjalan dengan lancar dan menyenangkan. Masih dalam suasana syawal 1429 Hijriah mari kita saling mengucapkan tawaballahu minna wa minkum kullu amin wa antum bi khoriin. Semoga ibadah shiam Ramadhan kita kemarin diterima Allah swt sehingga mendekatkan kita kepada derajat taqwa yang sebenarnya di hadapan Allah swt dan semoga Allah swt masih memberikan umur kita sampai pada bulan Ramadhan berikutnya. Amiin.

Dan tidak boleh kita lupa bahwa sesungguhnya Ramadhan “hanyalah” bulan latihan atau training month bagi sebelas bulan setelahnya. Semua amal kebaikan yang sudah kita laksanakan pada bulan tersebut seharusnya menjadi titik awal untuk menjadi rutinitas kita pada hari-hari berikutnya. Kalau kita berhasil menjaga semangat Ramadhan dengan tetap melaksanakan semua ibadah-ibadah yang kemarin kita perbuat mulai dari tilawah al-Al-Qur’an, sholat tahajud, beramal sholeh, dan menjaga lisan, maka insya Allah madrasah Ramadhan telah berhasil mendidik diri-diri kita sesuai tujuan Allah swt menurunkan bulan tersebut. Namun kalau sebaliknya yang terjadi semua ibadah tersebut berakhir dengan usainya Ramadhan maka kita harus lebih banyak belajar karena ternyata kita belum lulus dari madrasah Ramadhan tahun ini.

Sekedar menginggatkan, setelah kita semua sampai di sini dengan segala semangat serta kerelaan hati karena motivasi tinggi ataupun keterpaksaan karena orang tua dan keluarga “memaksa” kita kembali ke sini, ada beberapa hal yang perlu kita camkan ke dalam diri kita.

Pertama, apapun yang terjadi sekarang kita berada di sini, sehingga mari luruskan dan mantapkan niat kita untuk meningkatkan seluruh kualitas diri kita; ilmu pengetahuan, akhlaq, dan juga skill ketrampilan. Ruang dan waktu saat ini adalah milik kita. Sejarah diri kita ada di tangan kita bukan orang lain. Bukan tempat yang kemudian membuat seseorang tidak bisa berprestasi dan berhasil, seringkali faktor yang lebih dominan adalah faktor kemalasan diri, enggan bekerja keras, ingin kerja sedikit mendapatkan hasil besar dan terlalu bergantung kepada orang lain seperti orang tua, guru dan teman. Saatnya kita merubah itu semua. Sejarah hanya ditulis oleh orang-orang yang mampu menyingkirkan dorongan dalam dirinya untuk selalu menikmati enak dan santai, sebaliknya para mukmin sejati adalah orang-orang yang mampu memaksimalkan seluruh potensi pemberian Allah swt menjadi amal sholehnya yang terbaik. Setiap insan dikaruniai potensi untuk berprestasi dalam hidupnya.

Kita semua memiliki potensi membuat sejarah besar dalam hidup kita, namun seringkali sifat kekanak-kanakan membuat kita membiarkan orang lain mengambil kesempatan itu dan kita memilih menjadi “orang biasa saja”. Lahir, hidup, bermain, bekerja, menikah, tua dan lalu meninggal tanpa ada prestasi cukup besar untuk kemudian kaum muslimin banyak mendoakan arwah kita karena merasa mendapatkan manfaat positif ketika kita masih hidup. Bukankah diantara pahala yang tidak terputus meskipun kita sudah meninggal adalah shodakoh jariyyah?

Kedua, dimanapun tempat di sudut muka bumi Allah swt maka ada hal-hal yang boleh kita lakukan dan tidak boleh kita lakukan. Secara sosial hal itu kita sebut norma atau peraturan.

Kita semua sudah mengetahui seluruh peraturan yang ada di pesantren ini. Kita mengetahui apa saja yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan, barang-barang apa saja yang boleh di bawa dan tidak boleh di bawa. Sebaiknya apa yang sudah menjadi komitmen kita semua tersebut kita patuhi. Setiap hari diri kita membentuk cintra diri kita masing-masing. Orang-orang yang cenderung melanggar peraturan di sebuah tempat, ia akan berbuat yang sama di tempat yang lain. Itu sunnatullah. Kontrol diri yang paling efektif adalah Allah swt dan iman kita. Orang tua, pengasuh, guru dan seabrek benda mati lainnya hanyalah seperangkat penunjang untuk membantu kita. Mereka hanya komplemen (pelengkap) bukan primer (utama). Kalau di sini kita baik, maka insya Allah dimanapun kita akan baik karena tidak ada orang yang bisa bersandiwara sepanjang waktu dalam hidupnya.

Kalau kemudian setiap individu di lingkungan atau di pesantren ini lebih menonjol sifat baiknya daripada sifat buruknya, maka kedamaian, kenyamanan dan kebahagiaan akan selalu berada di sekitar kita. Ada pepatah Inggris yang berbunyi “Home is the place where everyone love each other and all love God”. Rumah adalah tempat di mana setiap orang saling mengasihi dan semua mencintai Tuhan. Setiap orang saling mengasihi artinya terjadi hubungan harmonis, solidaritas yang tinggi, setia kawan antar penghuninya. Semua mencintai Tuhan artinya setiap orang berusaha patuh dan taat kepadaNya.

Ketiga, bagi siswa yang tiga bulan kemarin masih belum bagus prestasinya, sebaiknya lebih aktif belajar supaya tidak menyesal di akhir tahun karena tidak naik kelas atau tidak lulus. Ingat tahun kemarin ada 4 anak dikeluarkan, 3 teman kita tidak naik kelas dan beberapa anak naik percobaan Hal tersebut menjadi tanggung jawab kita dan juga wujud kesungguhan melaksanakan amanah orang tua. Jangan menunggu atau merasa tidak butuh. Meskipun tidak setiap kita orang cerdas atau pintar, kalau ada kesungguhan insya Allah akan berhasil. Seringkali kesungguhan dan ketekunan mengalahkan kepandaian dan kepintaran.

Keempat, Jangan lupa kita punya tanggung jawab individu, keluarga, dan umat. Kita bukan manusia individu yang hidup sendirian di muka bumi. Orang tua mengharapkan dan mendoakan kita berhasil dunia akhirat. Kita juga adalah keluarga besar kaum muslimin. Menjadi tanggung jawab kita juga untuk mengembalikan kejayaan Islam di muka bumi sehingga dunia kembali sejahtera seperti kala syariah Islam memimpin dunia.

Saat ini adalah masa dimana kita mempersiapkan diri kita untuk itu. Setiap kita akan ada saatnya menerima tugas suci ini. Itu semua butuh persiapan dan keseriusan. Jangan bermimpi menjadi mujahid kalau sholat malam saja malas. Tidak ada sejarah Islam yang menulis para pahlawan Islam lepas dari sholat malam dan tilawah al-Qur’an. Jihad adalah amal tertinggi dalam Islam karena harus mengorbankan tenaga, harta bahkan jiwa. Kalau mengalahkan rasa kantuk, rasa lapar saja tidak bisa apa mungkin Allah swt memberikan kesempatan berjihad? Apa mungkin kebanyakan kita yang lebih suka menyumbangkan uang kita ke penjaga rental PS atau warnet daripada menyumbang untuk masjid, orang-orang dhuafa’ atau bahkan kaum muslimin di Palestina akan di berikan kemudahan Allah swt memperoleh gelar syahadah yang merupakan idaman setiap muslim? It’s seem imposible, seperti punguk merindukan bulan.

Akhirnya mari kita berdoa kepada Allah swt semoga diberikan kekuatan iman, kecintaan kepada Islam, diselamatkan dari fitnah dunia yang semakin hebat dan tentunya selamat dunia akhirat. Afwuu minkum.
Wassalamu’alaikum wr. Wb.

12 Syawal 1429 H

| edit post

0 Responses to "Dakwah is along long way....."

Posting Komentar