Bismillahirrahmanirrahim
Diantara masalah orang hidup adalah mengendalikan keinginan. Ingin apa saja. Kalau kebutuhan adalah sesuatu yang cenderung harus dipenuhi sementara keinginan muncul lebih karena dorongan merasa kurang atas sesuatu.
Selama masih dalam kategori kebutuhan maka tidak menjadi masalah kalau orang kemudian berupaya sekuat tenaga mendapatkannya. Sebaliknya kalau sesuatu itu hanyalah karena rasa ingin memiliki maka sebaiknya rasa ingin dikendalikan. Orang kuat tentu saja memiliki kemampuan untuk mengerem keinginannya tersebut.
Hanya saja dalam kehidupan riil hal itu terkadang sulit dilaksanakan. Meskipun akal pikiran mengetahuinya dorongan rasa bisa jadi mengambil peran lebih dalam memutuskan sesuatu. Akibatnya sesuatu yang semula hanya sebuah keinginan bisa berubah menjadi kebutuhan. Tentu saja karena menganggap sebagai kebutuhan segala daya upaya dikerahkan untuk mendapatkannya.
Era konsumtif saat ini membuat orang susah membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Media massa memiliki kekuatan untuk merubah mindset orang dari menganggap sesuatu itu tidak lagi menjadi keinginan tapi sudah menjadi kebutuhan. Para produsen memaksimalkan kemampuan media itu untuk melariskan dagangannya dengan segala macam kreasi termasuk penipuan untuk mempengaruhi khalayak ramai.
Bagi orang yang tidak kuat menahan keinginannya cenderung berlebih-lebihan. Jika ia banyak uang maka akan tidak proporsional menggunakan miliknya tersebut. Apalagi kalau kemudian unsur “prestise” ikut mempengaruhi. Demi gengsi, sanjungan ataupun puja puji seseorang rela mengeluarkan banyak hal untuk mendapatkannya. Waspadalah.
Sebaliknya jika tidak memiliki finansial yang cukup, bisa jadi ia memaksa diri untuk berhutang guna memenuhi keinginannya. Inilah penyakit yang harus juga diwaspadai. Manusia cenderung ringan tangan untuk meminjam tetapi berat tangan mengembalikannya. Bahkan tidak jarang rela berbohong. Termasuk membawa nama Allah swt. Kok bisa?
Jika suatu ketika ia punya hutang, maka ia berjanji akan mengembalikannya pada suatu hari. Pada saat hari itu tiba ia tidak punya akan ada tiga kemungkinan; ia jujur menjelaskan kondisinya, berjanji lagi dengan mengatakan “insya Allah” membayarnya beberapa kemudian atau mengatakan hal lain dari hal sebenarnya untuk menutupi rasa malunya.
Langkah terbaik adalah belajar mengendalikan keinginan. Ibarat minum sesuatu yang manis, sekali dituruti biasanya memunculkan keinginan-keinginan berikutnya. Lihatlah orang dibawahmu dalam hal dunia sehingga akan membuatmu selalu bersyukur kepada Allah swt. Demikian pesan indah Rasulullah saw. Jadi masih hobi hutang…?
Diantara masalah orang hidup adalah mengendalikan keinginan. Ingin apa saja. Kalau kebutuhan adalah sesuatu yang cenderung harus dipenuhi sementara keinginan muncul lebih karena dorongan merasa kurang atas sesuatu.
Selama masih dalam kategori kebutuhan maka tidak menjadi masalah kalau orang kemudian berupaya sekuat tenaga mendapatkannya. Sebaliknya kalau sesuatu itu hanyalah karena rasa ingin memiliki maka sebaiknya rasa ingin dikendalikan. Orang kuat tentu saja memiliki kemampuan untuk mengerem keinginannya tersebut.
Hanya saja dalam kehidupan riil hal itu terkadang sulit dilaksanakan. Meskipun akal pikiran mengetahuinya dorongan rasa bisa jadi mengambil peran lebih dalam memutuskan sesuatu. Akibatnya sesuatu yang semula hanya sebuah keinginan bisa berubah menjadi kebutuhan. Tentu saja karena menganggap sebagai kebutuhan segala daya upaya dikerahkan untuk mendapatkannya.
Era konsumtif saat ini membuat orang susah membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Media massa memiliki kekuatan untuk merubah mindset orang dari menganggap sesuatu itu tidak lagi menjadi keinginan tapi sudah menjadi kebutuhan. Para produsen memaksimalkan kemampuan media itu untuk melariskan dagangannya dengan segala macam kreasi termasuk penipuan untuk mempengaruhi khalayak ramai.
Bagi orang yang tidak kuat menahan keinginannya cenderung berlebih-lebihan. Jika ia banyak uang maka akan tidak proporsional menggunakan miliknya tersebut. Apalagi kalau kemudian unsur “prestise” ikut mempengaruhi. Demi gengsi, sanjungan ataupun puja puji seseorang rela mengeluarkan banyak hal untuk mendapatkannya. Waspadalah.
Sebaliknya jika tidak memiliki finansial yang cukup, bisa jadi ia memaksa diri untuk berhutang guna memenuhi keinginannya. Inilah penyakit yang harus juga diwaspadai. Manusia cenderung ringan tangan untuk meminjam tetapi berat tangan mengembalikannya. Bahkan tidak jarang rela berbohong. Termasuk membawa nama Allah swt. Kok bisa?
Jika suatu ketika ia punya hutang, maka ia berjanji akan mengembalikannya pada suatu hari. Pada saat hari itu tiba ia tidak punya akan ada tiga kemungkinan; ia jujur menjelaskan kondisinya, berjanji lagi dengan mengatakan “insya Allah” membayarnya beberapa kemudian atau mengatakan hal lain dari hal sebenarnya untuk menutupi rasa malunya.
Langkah terbaik adalah belajar mengendalikan keinginan. Ibarat minum sesuatu yang manis, sekali dituruti biasanya memunculkan keinginan-keinginan berikutnya. Lihatlah orang dibawahmu dalam hal dunia sehingga akan membuatmu selalu bersyukur kepada Allah swt. Demikian pesan indah Rasulullah saw. Jadi masih hobi hutang…?