Bismillahirrahmanirrahim
Membaca media lokal hari ini, saya bersedih. Betapa uang rakyat hanya habis dihambur-hamburkan untuk sesuatu kemubaziran yang orang banyak sebut “pesta demokrasi”. Siapa sesungguhnya yang berpesta dan menikmati hasilnya? Apakah rakyat? Padahal berapa milyar, bahkan trilyun uang rakyat mereka dihabiskan.
Berbagai media melaporkan seputar pelaksanaan pilgub Jatim putaran ketiga. Salah satu pihak masih belum menerima hasilnya. Coblosan kemarin disinyalir penuh dengan kecurangan yang sistematis dan massif. Bisa jadi cerita tentang pesta demokrasi rakyat Jatim tersebut masih akan berlangsung pada hari-hari selanjutnya.
Demokrasi sesungguhnya hanyalah satu tingkat di atas tawuran untuk memutuskan satu permasalahan. Daripada berkelahi saling pukul, saling bunuh maka dihitung banyak mana pendukungnya dari dua kelompok yang berbeda pendapat dan kepentingan. Nah kelompok yang pendukungnya lebih banyak itulah pemenangnya. Meskipun ternyata masih saling bacok juga.
Begitulah gambaran sederhana demokrasi. Maka tidak ada perbedaan suara antara ilmuwan dengan pencuri, ustadz dengan pelacur, guru ngaji dengan perampok. One man one vote. Apapun dan siapapun.
Bisa dibayangkan ketika kelompok yang besar itu terdiri dari para perampok, pencuri, ataupun penjudi. Masyarakat atau negara itu pasti tidak beda dengan negara pencuri ataupun negara perampok. Because vox populi vox dei. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Apakah suara pencuri itu suara Tuhan? Apakah suara pezina sama dengan suara Tuhan?
“Lho nanti kalau kita tidak ambil, semua kursinya dipakai orang tidak baik”. Maka yang berbicara kemudian asas manfaat. Daripada tidak. Toh akhirnya kelihatan juga manfaat bagi siapa yang dominan diperjuangkan. Tentu saja manfaat bagi pribadi dan kelompoknya.
Sistem yang salah pasti akan melahirkan kesalahan-kesalahan berikutnya. Ketika kesalahan-kesalahan itu terus menerus terjadi maka kerusakan demi kerusakan pasti berlangsung. Khawatirnya kesalahan dan kerusakan itu mengantarkan kita jauh dari jalan kebenaran sehingga tidak mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Solusinya sudah sangat jelas. Ikutilah panduan pembuat hidup dan kehidupan, Allah swt. Ketika kita beli barang elektronik saja kita mengikuti panduan orang atau pabrik yang membuatnya dengan penuh keyakinan bahwa itu baik dan benar. Mengapa dalam kehidupan kita pada skala lebih besar tidak mau melakukannya?
Setiap hari kita berdoa “tunjukilah kami jalan yang lurus”. Jalan itu sudah ada mengapa tidak kita ambil? “Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat?” Tapi mengapa kita masih mengikuti mereka yang sudah jelas-jelas mendapat murka dan sesat?
Membaca media lokal hari ini, saya bersedih. Betapa uang rakyat hanya habis dihambur-hamburkan untuk sesuatu kemubaziran yang orang banyak sebut “pesta demokrasi”. Siapa sesungguhnya yang berpesta dan menikmati hasilnya? Apakah rakyat? Padahal berapa milyar, bahkan trilyun uang rakyat mereka dihabiskan.
Berbagai media melaporkan seputar pelaksanaan pilgub Jatim putaran ketiga. Salah satu pihak masih belum menerima hasilnya. Coblosan kemarin disinyalir penuh dengan kecurangan yang sistematis dan massif. Bisa jadi cerita tentang pesta demokrasi rakyat Jatim tersebut masih akan berlangsung pada hari-hari selanjutnya.
Demokrasi sesungguhnya hanyalah satu tingkat di atas tawuran untuk memutuskan satu permasalahan. Daripada berkelahi saling pukul, saling bunuh maka dihitung banyak mana pendukungnya dari dua kelompok yang berbeda pendapat dan kepentingan. Nah kelompok yang pendukungnya lebih banyak itulah pemenangnya. Meskipun ternyata masih saling bacok juga.
Begitulah gambaran sederhana demokrasi. Maka tidak ada perbedaan suara antara ilmuwan dengan pencuri, ustadz dengan pelacur, guru ngaji dengan perampok. One man one vote. Apapun dan siapapun.
Bisa dibayangkan ketika kelompok yang besar itu terdiri dari para perampok, pencuri, ataupun penjudi. Masyarakat atau negara itu pasti tidak beda dengan negara pencuri ataupun negara perampok. Because vox populi vox dei. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Apakah suara pencuri itu suara Tuhan? Apakah suara pezina sama dengan suara Tuhan?
“Lho nanti kalau kita tidak ambil, semua kursinya dipakai orang tidak baik”. Maka yang berbicara kemudian asas manfaat. Daripada tidak. Toh akhirnya kelihatan juga manfaat bagi siapa yang dominan diperjuangkan. Tentu saja manfaat bagi pribadi dan kelompoknya.
Sistem yang salah pasti akan melahirkan kesalahan-kesalahan berikutnya. Ketika kesalahan-kesalahan itu terus menerus terjadi maka kerusakan demi kerusakan pasti berlangsung. Khawatirnya kesalahan dan kerusakan itu mengantarkan kita jauh dari jalan kebenaran sehingga tidak mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Solusinya sudah sangat jelas. Ikutilah panduan pembuat hidup dan kehidupan, Allah swt. Ketika kita beli barang elektronik saja kita mengikuti panduan orang atau pabrik yang membuatnya dengan penuh keyakinan bahwa itu baik dan benar. Mengapa dalam kehidupan kita pada skala lebih besar tidak mau melakukannya?
Setiap hari kita berdoa “tunjukilah kami jalan yang lurus”. Jalan itu sudah ada mengapa tidak kita ambil? “Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang Engkau murkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat?” Tapi mengapa kita masih mengikuti mereka yang sudah jelas-jelas mendapat murka dan sesat?
salahkah kalau aktivis muslim ekstra parlemeter datang ke gedung dewan meminta mereka menggolkan syariah Islam?
yang salah adalah, kalau kita hanya berbicara menyalahkan dan meremehkan ijtihad saudara muslim lainnya yang berbeda dengan ijtihad kita.. Sistem Islami belum ada, khilafah belum ada, karenanya disinilah muncul perbedaan ijtihad dalam dakwah.