Bismillahirrahmanirrahim
Siklus waktu
Allah swt mempergilirkan waktu dalam satu hari ke dalam beberapa fase; fajar, subuh, dhuha, siang, sore (ashr) dan malam. Kesemuanya melaksanakan tugasnya masing-masing bergantian mengunjungi alam raya. Dan manusiapun berusaha memanfaatkan, dan menyesuaikan aktifitas dirinya dengan alur pergantian waktu.
Pagi hari manusia dalam kesegarannya bangkit menyiapkan dirinya untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang produktif. Antusiasme itu membuat jalan raya di kota-kota besar macet, sawah-sawah di pedesaan mulai riuh gabungan cicitan burung-burung dan obrolan para petani. Apalagi suasana pasar rakyat, pusat-pusat perbelanjaan modern dan juga pusat-pusat aktifitas ekonomi bergeliat menunjukkan kesiapan menyambut hari.
Di siang hari kesibukan mereka semua mencapai puncaknya. Wajah-wajah nampak lebih serius dan gerakan orang semakin cepat karena tuntutan keputusan yang dibuat juga harus cepat. Masuk waktu sore, manusia-manusia pada umumnya mulai merasakan kelelahan, ingin pulang, istirahat dan menginginkan suasana-suasana santai. Kondisi seperti itu terus berlangsung hingga malam hari.
Malam harinya suasana terasa lebih senyap. Mereka bersiap-siap naik ke peraduan untuk tidur, namun sebelumnya mereka telah menyiapkan hal-hal yang harus dikerjakan keesokan harinya. Tentunya dengan harapan hari esok akan lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Setelah itu mayoritas manusia akan terlelap, hanya sebagian kecil saja yang tetap produktif.
Begitulah rutinitas sebagian besar umat manusia. Termasuk kita tentu saja.
Allah swt sangat serius ketika menekankan urgensi keberlangsungan waktu itu sendiri. Di dalam al-Qur’an beberapa kali Allah swt bersumpah dengan mengambil waktu sebagai titik pangkalnya. Pada pagi hari Allah swt bersumpah dua kali untuk dua waktu yang jaraknya amat berdekatan; Wal fajri (demi waktu fajar) dan wash-shubhi (demi waktu shubuh).
Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah ditanya tentang sesuatu yang tidak bernyawa dan tidak mempunyai paru-paru tapi bisa bernafas, beliau menjawab; wash-shubhi idza tanaffas (demi waktu subuh ketika dia bernafas). Allah swt juga bersumpah dengan waktu menjelang siang dan siang hari; wadh-Dhuha (demi waktu dhuha). Ketika siang pun Allah bersumpah, wan-nahari idza tajalla (demi siang apabila terang benderang).
Ketika waktu masuk sore hari, Allah bersumpah; wal-Ashri. Kata ini sering kita terjemahkan dengan kalimat “Demi masa”. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa al-Ashr artinya adalah zaman, sementara Zaid bin Aslam mengatakan bahwa ‘Ashr itu adalah waktu sholat ‘Ashr. Waktu Ashar nampaknya lebih dekat kepada sore hari.
Dan untuk menunjukkan betapa pentingnya waktu malam, Allah swt juga bersumpah dengan waktu malam; wallaili idza yaghsya (demi waktu malam apabila menutupi—cahaya siang). Demikianlah setiap perjalanan dan pergiliran waktu mesti terdapat sumpah Allah swt; Dzat Maha Besar, Maha Mulia yang memiliki selurh alam raya beserta isinya dan kepadaNyalah kita akan dikembalikan.
Waktu hidup peradaban Islam
“Demikianlah kami pergilirkan masa (kejayaan dan kehancuran) diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah swt membedakan orang-orang beriman (dengan orang-orang kafir) dan sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada.” (Ali imran ayat 140).
Karena waktu adalah perjalanan hidup itu sendiri, maka dengan kaca mata alur waktu pula kita bisa mengambarkan realitas perjalanan peradaban umat ini. Sampai di mana kira-kira posisi waktu kita saat ini dalam satu hari usia peradaban? Mari kita lihat.
Fajar Islam adalah masa awal ketika risalah dien ini mulai didakwahkan oleh Rasulullah saw. Masa itu merupakan masa-masa penuh kerja keras untuk melandingkan tuntunan Allah swt di muka bumi. Sekaligus menjadi fondasi dasar kegemilangan peadaban masa-masa berikutnya. Inilah masa-masa keindahan spiritual nubuwwah dan keteladanan para pemimpin yang mendapatkan bimbingan dan petunjuk(khulafaurrasyidin).
Prestasi kemajuan peradaban Islam semakin berkibar dan memuncak semenjak waktu Dhuha hingga siang hari. Ketika itu Islam menjadi soko guru peradaban dunia. Tidak ada wilayah di muka bumi ini yang tidak mendapatkan cahaya dakwah Islam, terlepas mereka mau bergabung atau tidak ke dalam barisan umat ini. Tidak ada satupun kekuatan di dunia ketika itu tidak menyatakan tunduk dan patuh kepada kebesaran penguasa muslim. Umat Islam saat itu adalah mercusuar setiap perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta tehnologi. Wajar kalau kemudian orang-orang barat menganggap itulah era keemasan (the golden age).
Namun perputaran waktu adalah sebuah keniscayaan, begitu pula alur peradaban. Ketika cahaya matahari peradaban mulai redup, siang beranjak sore; waktu ‘ashar telah tiba saatnya sebuah peradaban mengalami masa senja menjelang malam tiba.
Kegemilangan Islam dari Madinah, Baghdad, Cordoba, Kairo, Bukhara dan kota-kota lainnya berangsur meredup dan memudar. Kecintaan umat Islam terhadap kehidupan duniawi materialism membuat nilai-nilai spiritual ditinggalkan sedikit demi sedikit. Pada saat bersamaan barat menemukan renaissance dengan menyerap ilmu-ilmu dari perguruan-perguruan tinggi Islam. Mereka menemukan kemajuan justru ketika meninggalkan agamanya, berbeda sebaliknya dengan Islam ketika semakin jauh dari agama maka pemeluknya akan semakin terpuruk.
Masuklah masa kegemilangan barat dan kegelapan umat Islam seperti malam hari yang gelap gulita. Kolonialisme dan imperialism menjadi baju baru bagi perang salib untuk menjajah dan menduduki negar-negara kaum muslimin. Maka penindasan, perampokan, penganiayaan, pengerukan kekayaan alam dan pembunuhan kaum muslimin menjadi berita harian umat manusia sejak itu, bahkan sampai hari ini.
Dunia hanya mengenal bahwa pemeluk Islam itu bodoh, terbelakang, miskin, terpinggirkan, mudah diadu domba, memiliki fanatisme sempit, dan ungkapan-ungkapan sejenis. Sementara umat Islam hanya bisa mengeluh, dan merintih. Hanya sedikit dari mereka yang berusaha untuk melawan dan mendobrak itu semua sehingga tidak berlangsung lebih lama lagi. Namun upayanya belum berhasil sesuai harapan.
Umat Islam sendiri terjebak dalam perpecahan yang menyedihkan. Adu domba kaum kuffar dan egoisme pribadi serta kelompok mengahalangi kebersamaan untuk menegakkan kembali peradaban Islam. Masalah-masalah kecil membesar, persoalan-persoalan cabang terasa menjadi persoalan aqidah. Gampang mengkafirkan dan menolak saling kerja sama menjadi penyakit yang mengerogiti kesatuan satu tubuh kaum muslimin. Sementara persoalan-persoalan lebih besar tentang kesadaran untuk menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya jalan kebenaran menuju tegakknya kembali peradaban Islam belum menjadi agenda utama.
Sekaranglah saatnya!
Realitas sejarah yang menyesakkan hingga detik ini menimbulkan serentetan pertanyaan-pertanyaan besar dalam diri kita masing-masing; masih jauhkan janji Allah swt untuk kemenangan Islam? Apakah sekarang ini peradaban Islam masih berada dalam kondisi waktu “malam hari”? kalau memang iya masih lamakah fajar akan menyingsing memunculkan semburat warna merah di ufuk langit?
Melihat fenomena hari-hari ini sesungguhnya kita harus semakin optimis. Sekuat apapun upaya musuh-musuh Islam untuk menekan dan menghilangan Islam dari dada para pemeluknya, justru cahaya itu akan semakin membesar dan membesar. Begitulah bukti berserakan di depan mata kita.
Di tengah stigma terorisme terhadap umat Islam, serangan globalisasi yang banyak menimbulkan kesengsaraan bagi umat manusia secara luas karena bercorak kapitalisme, dan juga deideologi agama dengan nama pluralisme serta kebebasan agama, magnet Islam semakin kuat daya tariknya.
Lihatlah ke barat. Betapa penelitian menyebutkan hasil mencegangkan tentang pertumbuhan populasi umat Islam di negara-negara eropa yang justru saat ini begitu getol memusuhi Islam. Bahkan terdapat analisa yang menyebutkan bahwa ada kemungkinan 50 tahun mendatang benua biru (eropa) akan memiliki penduduk yang mayoritas menyebutkan dalam KTP-nya Islam. Subhanallah.!!!
Kesadaran berIslam dikalangan kaum musliminpun semakin baik, termasuk dari kelompok kelas bawah atau masyarakat umum. Embel-embel syariah semakin laku dan diminati. Kelompok-kelompok kajian dan pengajianpun bertebaran dimana-mana. Walaupun upaya-upaya sistematis untuk membungkam itu semua terus berjalan secara simultan, namun kebangkitan Islam di kalangan masyarakat tetap bergerak dan meningkat.
Belum lagi arus dakwah gerakan-gerakan Islam yang semakin eksis di setiap negeri kaum muslimin. Meskipun mayoritas masih bergerak secara sosial kemasyarakatan belum berlevel negara, namun telah memiliki basis massa yang cukup besar kuantitasnya dan cukup tinggi kualitasnya.
Semoga saja saat sekarang adalah waktu akhir malam menjelang fajar bagi kebangkitan Islam. Ujung malam adalah saat terkumpulnya semua energi bagi manusia untuk menyambut keceriaan mentari esok pagi untuk berprestasi dan berbuat yang terbaik. Harapan kemenangan dan kejayaan kembali umat Islam merupakan bara api yang menjadi sumber kekuatan energy bagi setiap orang yang menrindukannya. Ketika dunia semakin kehilangan aura ilahiyahnya karena nafsu manusia sudah kehilangan spirit spiritualnya, Islam harus datang untuk mengembalikan nur Ilahi kembali menerangi dunia. Sekaranglah saatnya. Semoga saja. ‘Allahu ‘alam.
"Dan ada lagi karunia yang lain yang kamu sukai yaitu pertolongan dari Allah swt dan dekat waktunya. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman" (Ash Shaff ayat 13).
Siklus waktu
Allah swt mempergilirkan waktu dalam satu hari ke dalam beberapa fase; fajar, subuh, dhuha, siang, sore (ashr) dan malam. Kesemuanya melaksanakan tugasnya masing-masing bergantian mengunjungi alam raya. Dan manusiapun berusaha memanfaatkan, dan menyesuaikan aktifitas dirinya dengan alur pergantian waktu.
Pagi hari manusia dalam kesegarannya bangkit menyiapkan dirinya untuk melaksanakan berbagai pekerjaan yang produktif. Antusiasme itu membuat jalan raya di kota-kota besar macet, sawah-sawah di pedesaan mulai riuh gabungan cicitan burung-burung dan obrolan para petani. Apalagi suasana pasar rakyat, pusat-pusat perbelanjaan modern dan juga pusat-pusat aktifitas ekonomi bergeliat menunjukkan kesiapan menyambut hari.
Di siang hari kesibukan mereka semua mencapai puncaknya. Wajah-wajah nampak lebih serius dan gerakan orang semakin cepat karena tuntutan keputusan yang dibuat juga harus cepat. Masuk waktu sore, manusia-manusia pada umumnya mulai merasakan kelelahan, ingin pulang, istirahat dan menginginkan suasana-suasana santai. Kondisi seperti itu terus berlangsung hingga malam hari.
Malam harinya suasana terasa lebih senyap. Mereka bersiap-siap naik ke peraduan untuk tidur, namun sebelumnya mereka telah menyiapkan hal-hal yang harus dikerjakan keesokan harinya. Tentunya dengan harapan hari esok akan lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Setelah itu mayoritas manusia akan terlelap, hanya sebagian kecil saja yang tetap produktif.
Begitulah rutinitas sebagian besar umat manusia. Termasuk kita tentu saja.
Allah swt sangat serius ketika menekankan urgensi keberlangsungan waktu itu sendiri. Di dalam al-Qur’an beberapa kali Allah swt bersumpah dengan mengambil waktu sebagai titik pangkalnya. Pada pagi hari Allah swt bersumpah dua kali untuk dua waktu yang jaraknya amat berdekatan; Wal fajri (demi waktu fajar) dan wash-shubhi (demi waktu shubuh).
Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah ditanya tentang sesuatu yang tidak bernyawa dan tidak mempunyai paru-paru tapi bisa bernafas, beliau menjawab; wash-shubhi idza tanaffas (demi waktu subuh ketika dia bernafas). Allah swt juga bersumpah dengan waktu menjelang siang dan siang hari; wadh-Dhuha (demi waktu dhuha). Ketika siang pun Allah bersumpah, wan-nahari idza tajalla (demi siang apabila terang benderang).
Ketika waktu masuk sore hari, Allah bersumpah; wal-Ashri. Kata ini sering kita terjemahkan dengan kalimat “Demi masa”. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa al-Ashr artinya adalah zaman, sementara Zaid bin Aslam mengatakan bahwa ‘Ashr itu adalah waktu sholat ‘Ashr. Waktu Ashar nampaknya lebih dekat kepada sore hari.
Dan untuk menunjukkan betapa pentingnya waktu malam, Allah swt juga bersumpah dengan waktu malam; wallaili idza yaghsya (demi waktu malam apabila menutupi—cahaya siang). Demikianlah setiap perjalanan dan pergiliran waktu mesti terdapat sumpah Allah swt; Dzat Maha Besar, Maha Mulia yang memiliki selurh alam raya beserta isinya dan kepadaNyalah kita akan dikembalikan.
Waktu hidup peradaban Islam
“Demikianlah kami pergilirkan masa (kejayaan dan kehancuran) diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah swt membedakan orang-orang beriman (dengan orang-orang kafir) dan sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada.” (Ali imran ayat 140).
Karena waktu adalah perjalanan hidup itu sendiri, maka dengan kaca mata alur waktu pula kita bisa mengambarkan realitas perjalanan peradaban umat ini. Sampai di mana kira-kira posisi waktu kita saat ini dalam satu hari usia peradaban? Mari kita lihat.
Fajar Islam adalah masa awal ketika risalah dien ini mulai didakwahkan oleh Rasulullah saw. Masa itu merupakan masa-masa penuh kerja keras untuk melandingkan tuntunan Allah swt di muka bumi. Sekaligus menjadi fondasi dasar kegemilangan peadaban masa-masa berikutnya. Inilah masa-masa keindahan spiritual nubuwwah dan keteladanan para pemimpin yang mendapatkan bimbingan dan petunjuk(khulafaurrasyidin).
Prestasi kemajuan peradaban Islam semakin berkibar dan memuncak semenjak waktu Dhuha hingga siang hari. Ketika itu Islam menjadi soko guru peradaban dunia. Tidak ada wilayah di muka bumi ini yang tidak mendapatkan cahaya dakwah Islam, terlepas mereka mau bergabung atau tidak ke dalam barisan umat ini. Tidak ada satupun kekuatan di dunia ketika itu tidak menyatakan tunduk dan patuh kepada kebesaran penguasa muslim. Umat Islam saat itu adalah mercusuar setiap perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan serta tehnologi. Wajar kalau kemudian orang-orang barat menganggap itulah era keemasan (the golden age).
Namun perputaran waktu adalah sebuah keniscayaan, begitu pula alur peradaban. Ketika cahaya matahari peradaban mulai redup, siang beranjak sore; waktu ‘ashar telah tiba saatnya sebuah peradaban mengalami masa senja menjelang malam tiba.
Kegemilangan Islam dari Madinah, Baghdad, Cordoba, Kairo, Bukhara dan kota-kota lainnya berangsur meredup dan memudar. Kecintaan umat Islam terhadap kehidupan duniawi materialism membuat nilai-nilai spiritual ditinggalkan sedikit demi sedikit. Pada saat bersamaan barat menemukan renaissance dengan menyerap ilmu-ilmu dari perguruan-perguruan tinggi Islam. Mereka menemukan kemajuan justru ketika meninggalkan agamanya, berbeda sebaliknya dengan Islam ketika semakin jauh dari agama maka pemeluknya akan semakin terpuruk.
Masuklah masa kegemilangan barat dan kegelapan umat Islam seperti malam hari yang gelap gulita. Kolonialisme dan imperialism menjadi baju baru bagi perang salib untuk menjajah dan menduduki negar-negara kaum muslimin. Maka penindasan, perampokan, penganiayaan, pengerukan kekayaan alam dan pembunuhan kaum muslimin menjadi berita harian umat manusia sejak itu, bahkan sampai hari ini.
Dunia hanya mengenal bahwa pemeluk Islam itu bodoh, terbelakang, miskin, terpinggirkan, mudah diadu domba, memiliki fanatisme sempit, dan ungkapan-ungkapan sejenis. Sementara umat Islam hanya bisa mengeluh, dan merintih. Hanya sedikit dari mereka yang berusaha untuk melawan dan mendobrak itu semua sehingga tidak berlangsung lebih lama lagi. Namun upayanya belum berhasil sesuai harapan.
Umat Islam sendiri terjebak dalam perpecahan yang menyedihkan. Adu domba kaum kuffar dan egoisme pribadi serta kelompok mengahalangi kebersamaan untuk menegakkan kembali peradaban Islam. Masalah-masalah kecil membesar, persoalan-persoalan cabang terasa menjadi persoalan aqidah. Gampang mengkafirkan dan menolak saling kerja sama menjadi penyakit yang mengerogiti kesatuan satu tubuh kaum muslimin. Sementara persoalan-persoalan lebih besar tentang kesadaran untuk menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya jalan kebenaran menuju tegakknya kembali peradaban Islam belum menjadi agenda utama.
Sekaranglah saatnya!
Realitas sejarah yang menyesakkan hingga detik ini menimbulkan serentetan pertanyaan-pertanyaan besar dalam diri kita masing-masing; masih jauhkan janji Allah swt untuk kemenangan Islam? Apakah sekarang ini peradaban Islam masih berada dalam kondisi waktu “malam hari”? kalau memang iya masih lamakah fajar akan menyingsing memunculkan semburat warna merah di ufuk langit?
Melihat fenomena hari-hari ini sesungguhnya kita harus semakin optimis. Sekuat apapun upaya musuh-musuh Islam untuk menekan dan menghilangan Islam dari dada para pemeluknya, justru cahaya itu akan semakin membesar dan membesar. Begitulah bukti berserakan di depan mata kita.
Di tengah stigma terorisme terhadap umat Islam, serangan globalisasi yang banyak menimbulkan kesengsaraan bagi umat manusia secara luas karena bercorak kapitalisme, dan juga deideologi agama dengan nama pluralisme serta kebebasan agama, magnet Islam semakin kuat daya tariknya.
Lihatlah ke barat. Betapa penelitian menyebutkan hasil mencegangkan tentang pertumbuhan populasi umat Islam di negara-negara eropa yang justru saat ini begitu getol memusuhi Islam. Bahkan terdapat analisa yang menyebutkan bahwa ada kemungkinan 50 tahun mendatang benua biru (eropa) akan memiliki penduduk yang mayoritas menyebutkan dalam KTP-nya Islam. Subhanallah.!!!
Kesadaran berIslam dikalangan kaum musliminpun semakin baik, termasuk dari kelompok kelas bawah atau masyarakat umum. Embel-embel syariah semakin laku dan diminati. Kelompok-kelompok kajian dan pengajianpun bertebaran dimana-mana. Walaupun upaya-upaya sistematis untuk membungkam itu semua terus berjalan secara simultan, namun kebangkitan Islam di kalangan masyarakat tetap bergerak dan meningkat.
Belum lagi arus dakwah gerakan-gerakan Islam yang semakin eksis di setiap negeri kaum muslimin. Meskipun mayoritas masih bergerak secara sosial kemasyarakatan belum berlevel negara, namun telah memiliki basis massa yang cukup besar kuantitasnya dan cukup tinggi kualitasnya.
Semoga saja saat sekarang adalah waktu akhir malam menjelang fajar bagi kebangkitan Islam. Ujung malam adalah saat terkumpulnya semua energi bagi manusia untuk menyambut keceriaan mentari esok pagi untuk berprestasi dan berbuat yang terbaik. Harapan kemenangan dan kejayaan kembali umat Islam merupakan bara api yang menjadi sumber kekuatan energy bagi setiap orang yang menrindukannya. Ketika dunia semakin kehilangan aura ilahiyahnya karena nafsu manusia sudah kehilangan spirit spiritualnya, Islam harus datang untuk mengembalikan nur Ilahi kembali menerangi dunia. Sekaranglah saatnya. Semoga saja. ‘Allahu ‘alam.
"Dan ada lagi karunia yang lain yang kamu sukai yaitu pertolongan dari Allah swt dan dekat waktunya. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman" (Ash Shaff ayat 13).