RSS

Kita Butuh Orang Baik dan Berani

abinehanafi Filed Under: Label:
Bismillahirrahmanirrahim

Entah sampai kapan prahara dunia hukum di negeri ini akan usai. Silih berganti peristiwa mencoreng wajah aparat penegak hukum yang sudah sekian lama penuh dengan kesalahan di mata masyarakat. Kasus teraktual menyangkut Gayus hanyalah episode baru yang mungkin juga endingnya tidak seperti harapan mayoritas masyarakat Indonesia.

Jenuh masyarakat kecil menyaksikan selalu kalahnya hukum dengan semua perlengkapannya di hadapan penjahat berduit dan pesakitan yang sakti karena mempunyai kekuatan menangkis dan menangkal jerat-jerat aparat. Apatisme sudah mencapai titik nadhir bagi sebagian besar masyarakat Indonesia terhadap kejujuran dan keadilan hukum yang berlaku bagi setiap warga negara tanpa memandang latar belakang apapun yang dimilikinya. Slogan keadilan untuk semua (justice for all) tak lebih dari sekedar iklan pemanis bibir yang enak diucapkan namun tak mungkin rasanya dilaksanakan.

Aturan hukum dan perundang-undangan sudah ada dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Lembaga penegak hukum juga banyak; kepolisian, kejaksaan dan aparat sejenisnya. Gedung-gedung merekapun gagah berdiri di setiap sudut negeri ini. Jumlah anggotanyapun masih cukup untuk mengcover segala macam persoalan yang terjadi di tengah masyarakat setiap saatnya.

Lalu dimana persoalannya? Apakah gaji mereka kurang? Apakah fasilitas yang diberikan negara kepada kepada para abdi masyarakat itu kecil sehingga tidak cukup untuk hidup layak? Atau ilmu hukum yang mereka miliki belum mampu memberikan solusi atas problem hukum di negara kita?

Kalau sekedar masalah di atas menjadi penghalang terciptanya budaya tertib dan taat hukum di masyarakat, tentu saja alasan tersebut terkesan mengada-ada serta apologetik. Bukan fasilitas maupun besarnya gaji yang menjadi factor x kegagalan aparat hukum bertindak sesuai prosedur dan aturan yang berlaku, namun lebih mengarah kepada sikap mental aparatur itu sendiri. Sikap mental yang dibangun diatas kesadaran akan tanggung jawab, komitmen kepada pekerjaan, beban moral kepada masyarakat banyak dan tentu saja rasa takut kepada pengawasan Allah swt.

Mentalitas seperti itulah yang setidaknya bisa menjamin hukum akan memihak kepada yang benar, bukan berdiri pada posisi yang membayar. Karakter penegak seperti itu akan membuat nuansa kolusi dan korupsi dalam setiap kasus penegakkan hukum relatif terkendali dan terminimalkan.

Jika kemudian kondisi penegakkan hukum di negeri ini tetap saja bertahun-tahun tidak ada perubahan lebih baik, apakah memang sudah tidak ada orang baik di kalangan penegak hukum? Sudah habiskan suara-suara kebaikan di dalam nurani para aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan segala aparat pendukungnya di negara kita tercinta Indonesia?

Sesungguhnya masih banyak aparat hukum yang baik di Indonesia. Orang-orang yang memiliki integritas moral yang baik, keilmuan yang cukup dan juga track record prestasi yang membanggakan. Layak sebenarnya orang-orang seperti itu mendapat kesempatan untuk memperbaiki carut marut dunia hukum dan peradila negeri ini yang kondisinya saat ini seperti orang masuk ke lorong sangat panjang gelap tiada berujung.

Namun orang dengan kriteria baik belum cukup untuk mengubah sesuatu yang sudah akut menjadi lebih baik. Ada satu hal yang dibutuhkan dari orang-orang baik tersebut yakni keberanian. Itu merupakan modal wajib jika ingin mewujudkan harapan rakyat banyak, khususnya golongan kecil atau kelompok yang seringkali termarjinalkan ketika berhadapan dengan lembaga-lembaga hukum karena mereka moneyless alias kantong kosong.

Keberanian dari aparat hukum merupakan sifat yang saat ini sangat langka di hati-hati mereka. Karena memang resikonya besar, bahkan mungkin sangat besar menyangkut karir, penghasilan dan juga kelangsungan pekerjaan. Maka sang pendobrak itu haruslah sangat special. Person de grande.

Ia haruslah seorang pemberani. Berani menangkap yang salah meskipun ia elit masyarakat, tokoh berpengaruh maupun orang kaya raya. Berani menolak surat sakti, telepon telepati maupun memo-memo khusus lainnya dari para pejabat paling atas di setiap wilayah, bahkan tertinggi di negeri ini. Berani meminggirkan kekuatan yang tidak terlihat namun terasa kehadirannya.

Termasuk tentu saja berani bilang “NO” pada seseorang yang datang ke rumah atau kantornya sambil membawa berkoper-koper lembaran kertas bernama uang. Itulah selama ini godaan yang paling nampak berkeliaran di depan mata para penegak hukum. Jika semua itu berhasil ia lempar ke belakang punggungnya, langkah kakinya akan ringan. Gerak tangannya akan ditunggu banyak orang, dan palu yang baru ia angkat belum diketokkan sudah membuat para pesakitan bercucuran keringat serta degup jantungnya terdengar oleh seluruh pengunjung ruang sidang.

"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan". (An-Nissa’ ayat 135).

Ayat tersebut diantaranya yang memotivasi hakim Syuraih untuk memenangkan orang Yahudi ketika berperkara dengan sang amirul mukminin ketika itu Ali bin Abi Thalib tentang klaim kepemilikan sebuah baju besi. Meski ia menyidangkan seorang presiden negara besar ketika itu, tidak menyiutkan nyalinya untuk bertindak benar sesuai aturan hukum yang belaku.

Sang khalifahpun menerima dengan lapang dada karena memang secara aturan hukum ia layak dikalahkan. Saksi yang ia ajukan kalah dengan bukti milik si Yahudi, maka baju besi itupun menjadi milik orang Yahudi tersebut.

Ternyata keadilan hakim Syuraih dan kepatuhan terhadap hukum khalifah Ali membukakan pintu hidayah sang Yahudi. Keadilan hakim dan ketaatan penguasa kepada hukum membuatnya terpesona dan jatuh hati kepada Islam. Iapun bersyahadat dan menjadi seorang muslim. Indah, bukan?

| edit post

0 Responses to "Kita Butuh Orang Baik dan Berani"

Posting Komentar