RSS

Tentang Rasa Marah

abinehanafi Filed Under: Label: ,
Bismillahirrahmanirrahim


Perlukah kita marah? Secara teori kondisi seseorang yang marah kontra produktif dengan kesehatan. Jumlah otot tubuh seseorang yang diperlukan untuk marah jauh lebih banyak daripada kebutuhan untuk tertawa. Artinya daya kerja orang yang marah membutuhkan energi lebih besar di banding orang yang tertawa. Penelitian ilmian mengatakan seperti itu.

Aspek lain yang perlu diperhatikan apabila memiliki hasrat untuk marah adalah suasana kejiwaan. Seseorang yang marah tentu butuh waktu untuk mengembalikan suasana emosinya supaya kembali stabil. Lama atau sebentar waktu pemulihan itu tergantung kepada penyebab dan efek dari munculnya rasa marah tersebut.

Apabila luapan marah yang dikeluarkan seseorang juga berlebihan, dampaknya bisa menganggu hubungan personal antara individu, bahkan komunitas tertentu dalam masyarakat mulai kampung sampai bangsa dan negara. Maraknya perang antar warga di negara kita belakangan ini juga diantaranya dipicu oleh sikap marah atau emosional antara mereka karena kasus tertentu. Akibatnya tidak hanya harta benda yang rusak maupun terbakar, ada juga nyawa melayang dengan sia-sia.

Proses rekonsiliasi untuk mengakurkan kembali biasanya juga butuh waktu lama. Semakin banyak orang yang terlibat biasanya akan semakin banyak pula kepentingan yang berperan. Tidak cukup satu pertemuan, bisa berkali-kali sampai berpuluh-puluh kali.

Dalam event olahraga sikap marah juga bisa berakibat kurang baik. Seorang pemain bola yang mudah marah permainannya akan kacau. Kalau musuhnya mampu memprovokasi dan memancing emosinya maka ia akan sering melakukan pelanggaran sehingga rawan mendapatkan sanksi dari sekedar peringatan hingga dikeluarkan dari lapangan. Belum lagi kalau kemudian para penonton atau supporter ikut beraksi maka tawuran anak berlangsung baik di dalam lapangan maupun di tribun-tribun penonton. Itulah sebagian gambaran sepak bola kita belakangan ini.

Sepasang suami istri yang saling marah juga tidak baik. Jika tidak ada yang menengahi untuk menjadi meditasi bisa berakibat fatal. Akibat paling ringan tidak terjadi keharmonisan dalam keluarga tersebut, sementara perceraian juga bisa menjadi ancaman bagi keutuhan rumah tangga tersebut. Termasuk juga dampak psikologis dan mental bagi anak-anak mereka.

Tapi marah juga dibutuhkan. Pada beberapa kondisi atau situasi, sikap marah harus ditunjukkan karena jika tidak justru memberikan gambaran jelek terhadap kepribadiaan seseorang. Mendengar informasi tentang maraknya video porno artis, misalnya, tentu kita harus marah.

Pertama kita marah karena jelas-jelas itu perbuatan maksiat. Jika mereka sepasang suami istri itu adalah kebodohan teramat sangat. Apabila pelakunya belum terikat dengan ikatan pernikahan maka perbuatan itu adalah perzinahan. Kita harus marah akan hal itu.

Sebab kedua kita harus marah karena kita mengetahui efek buruk dari peredaran video tersebut. Posisi mereka sebagai public figure tentu mengundang para penggemarnya untuk menirunya. Dan ternyata terbukti maka kita harus marah meski tetap dengan cara yang baik.

Kita juga harus marah karena mendengar rumah tahanan (rutan) negeri ini tidak lebih dari hotel bagi para koruptor berkantor tebal. Melihat serta mendengar dari media masa tentang kebobrokan itu hati kita sangat kecewa, jengkel dan pasti marah atas tingkah laku para oknum penegak hukum di negara ini. Betapa rasa keadilan terasa sangat jauh dari jangkauan si miskin papa sedangkan terasa di dekapan bagi mereka yang mampu secara ekonomi dan memiliki strata sosial tinggi.

Kita pasti juga marah mendengar berita rencana plesiran para anggota dewan ke luar negeri di tengah beruntunnya bencana yang mendera negeri ini. Hal itu menunjukkan rendahnya empati dan keberpihakan wakil rakyat terhadap masyarakat yang dahulu telah memberikan kepercayaan kepada mereka untuk memperjuangkan nasibnya. Bukankah seharusnya mereka mendatangi para pengungsi dan tidur bersama di tenda-tenda penampungan untuk menunjukkan solidaritas terhadap para konstituennya? Jangan seperti ungkapan habis manis sepah dibuang, habis nyoblos dilupakan.

Perasaan marah juga harus kita ungkapkan kepada orang-orang dan lembaga-lembaga yang terkait melihat para tenaga kerja wanita kita disiksa, diperkosa dan dibunuh di negeri orang. Justru aneh kalau pemerintah tidak sampai mengirim utusan khusus untuk menyelesaikan kasus tersebut. Paling tidak memastikan para pelaku kejahatan terhadap para tenaga kerja wanita kita diproses sesuai hukum yang benar.

Bagaimana jika ada seseorang atau sekelompok orang tidak marah ketika menemui kondisi sosial penuh dengan kejahatan dan kemaksiatan? Normalkah mereka itu?
Mungkin saja ada orang atau sekelompok orang seperti itu. Bisa jadi karena mereka bagian dari pelaku kejahatan atau kemaksiatan itu sendiri. Wajar kalau tidak ada kutukan ataupun kecaman karena ada mungkin saja terdapat kode etik tertentu di kalangan mereka .

Alasan lain yang mungkin adalah mereka termasuk golongan cuek bebek dengan sekitarnya. Prinsip hidupnya adalah lu adalah lu gue adalah gue; pribadi dan keluarganya aman serta tercukupi semua kebutuhannya, selain urusan pribadi mereka berusaha semaksimal mungkin tidak mencampurinya.

Tidak menutup kemungkinan juga mereka kelompok yang sudah terlanjur apatis atau kehilangan harapan untuk melihat kondisi sosial masyarakat yang lebih baik. Mereka adalah orang-orang yang frustasi dengan mentoknya segala upaya untuk melakukan islah atau perbaikan dalam masyarakat.

Satu yang perlu diwaspadai adalah jika seseorang itu tidak bisa marah sama sekali dalam hidupnya. Sekalipun pribadinya dihina dan dilecehkan, ia tetap tidak bisa marah. Bukan karena tidak berani atau malu untuk marah, tetapi memang tidak bisa marah. Ia ingin marah tapi tidak mampu mengekspresikannya secara verbal; lisannya tidak bisa mengucapkan dan fisiknya juga tidak bisa mewakili ungkapan rasa marahnya.
Untuk orang seperti ini harus ada pelatihan khusus untuk menormalkan seluruh sel-sel saraf perasaannya. Secara fitrah manusia seharusnya memiliki rasa marah walaupun kadar pelampiasannya jelas tidak sama antara satu orang dengan lainnya. Ia harus mengikuti terapi khusus agar bisa marah; “Terapi Marah”. Dalam kegiatan tersebut si pasien akan dikondisikan dalam situasi tertekan, tersakiti dan semacamnya supaya emosinya naik sehingga rasa marahnya bisa keluar.

Terapi ini bisa berlangsung sebentar atau lama tergantung progress report dari peserta sendiri. Dengan kata lain, semakin ia bisa cepat marah maka terapi itu akan selesai dengan sendirinya.

Rasulullah saw berpesan kepada kita untuk tidak gampang marah. Dalam sebuah hadist diriwayatkan ketika salah seorang sahabat datang dan minta dinasehati, pesan beliau cuma satu; jangan narah. Nasehat itu beliau ulangi sampai tiga kali; jangan marah. Dalam redaksi lain beliau juga bersabda “janganlah marah bagimu surga”.

Terdapat juga riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda kepada umatnya tentang perasaan marah. Beliau menyampaikan bahwa orang yang kuat bukanlah seorang jawara gulat, tetapi orang yang kuat adalah orang yang bisa menahan dirinya untuk tidak marah ketika kesempatan dan peluang itu terbuka lebar.

Jadi jika memang harus marah seperlu dan secukupnya saja. Jangan berlebih-lebihan mengeluarkannya dan jangan berkepanjangan sampai diwariskan dari generasi ke generasi.




| edit post

0 Responses to "Tentang Rasa Marah"

Posting Komentar