RSS

Semangat dari tanah suci

abinehanafi Filed Under: Label:
Bismillahirrahmanirrahim

Haji merupakan ibadah tinggi dalam Islam karena masuk rukun Islam. Sebuah kewajiban yang menjadi idaman setiap muslim dimanapun ia berada, apapun status sosialnya dan berapapun harta benda miliknya. Allah Maha Bijaksana hanya memberikan beban ini kepada muslim yang mampu; ilmu, fisik dan biaya. Sayangnya kemampuan sekarang identik dengan biaya sehingga ada orang yang berkali-kali naik haji karena memang biayanya ada. Sementara sebagian lainnya baru bisa bermimpi, berdoa dan menabung yang mungkin sampai meninggalpun tidak cukup untuk membiayai perjalanannya ke tanah suci.

Orang naik haji merupakan kebanggaan. Bagi sebagian masyarakat kita setiap orang yang mau berangkat haji perlu mengadakan tasyakuran pelepasan. Mereka mengundang tetangga kiri-kanan, handai taulan dan juga kenalan untuk sama-sama mendengarkan tausyiah dari seorang ustadz yang sengaja diundang. Tema pengajianpun tentu berkisar masalah perjalanan haji, khususnya jika sang ustadz sudah menunaikannya. Acara pastilah diakhiri dengan makan-makan sebagai wujud keramahan tuan rumah atas tamu-tamunya, sekaligus tanda bersyukur karena bisa menunaikan ibadah haji.

Nuansa emosional sangat mewarnai acara keberangkatan dari rumah, tempat berkumpul, asrama haji hingga bandara tempat pesawat lepas landas membawa mereka ke tanah suci. Tidak jarang mereka membuat surat wasiat dan pesan-pesan khusus seperti orang yang mau meninggal dunia. Mungkin jauhnya tempat dan lamanya waktu pelaksanaan haji membuat sebagian mereka khawatir tidak bisa kembali ke tanah air. Paling tidak, pikir mereka, hutang dan dosa kepada manusia tinggal sedikit seandainyapun harus menghadap Allah swt disana tidak kembali ke Indonesia.

Begitu pula ketika para haji kembali ke tanah air setelah kurang lebih 30-40 hari berada di tanah haram. Prosesi penyambutan tidak jauh berbeda dengan pelepasan, bahkan mungkin lebih heboh. Nuansa kegembiraan tersebar di wajah-wajah para haji, anggota keluarganya dan setiap orang yang menjemput serta berkumpul di sekitar kediamannya. Senang atas kembalinya orang yang mereka khawatirkan selama satu bulan lebih keadaan dan kondisinya.

Belum lagi masalah oleh-oleh. Nampaknya sudah menjadi trend bagi jama’ah haji dari Indonesia untuk membawa oleh-oleh sebanyak-banyaknya dari tanah Arab, khususnya air zam-zam. Tidak jarang ada jamaa’ah yang sudah sibuk mengurusi barang bawaannya sementara rentetan ritual haji belum terselesaikan. Itulah latar belakang yang membuat maskapi penerbangan dan pemerintah membatasi barang bawaan setiap haji dengan ukuran tertentu.

Begitulah beragama sebagian kita berisi hal-hal yang tidak urgent tapi malah menjadi prioritas dalam mengerjakan sebuah amalan. Sementara sesuatu yang seharusnya menjadi ukuran ketuntasan amal seringkali terpinggirkan. Pelaksanaan haji sebagian saudara kita mewakili realitas tersebut.

Pertemuan haji sesungguhnya merupakan miniatur rapat raksasa kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia dalam ikatan aqidah dan iman yang satu. Kebersamaan dalam keberagaman dalam pelaksanaan ritual haji seakan menggambarkan kokohnya persatuan umat meski memiliki latar belakang asal, bangsa, warna kulit, dialek bahasa dan cirri-ciri yang mewakili identitas asal seseorang. Semuanya menyatu dalam sebuah harmoni “ketaatan kepada perintah Allah swt dan Rasulullah saw”.

Bersama-sama para jama’ah haji menapaktilasi perjalanan nabiyullah Ibrahim as dan keluarganya dalam melaksanakan serangkaian ketaatan kepada Allah swt. Setiap ritual memberikan pendidikan spiritual dan ruhiyyah bagi para jamaah haji. Bayangan perjuangan nabiyullah Ibrahim dan keluarganya yang demikian berat rasanya jauh untuk diikuti dan ditiru. Namun paling tidak ada semangat dan upaya meneladani beliau dalam semangat untuk berbakti kepada Allah swt semaksimal yang kita bisa.

Idealnya tentu saja usai seluruh rangkaian kegiatan manasik haji mereka menjadi pribadi-pribadi yang muttaqin. Cermin lama hati masing-masing berusaha diganti dengan cermin yang baru. Bukankah Allah Rasulullah saw telah mengabarkan jaminan surga bagi orang-orang yang berhasil mencapai tingkatan haji mambrur? Indikasinya diantaranya pada signifikasi peningkatan ketaatan mereka kepada aturan Allah swt dalam kehidupan sehari-hari dalam setiap aspek; ibadah, akhlaq dan juga muamalah kepada orang lain. Itulah ukuran paling bisa dilihat orang lain.

Interaksi dengan saudara-saudara muslim dari seluruh penjuru dunia seharusnya juga memberikan wawasan global tentang kondisi umat secara umum. Sharing informasi tentunya melahirkan pemahaman akan situasi umat yang secara umum masih dalam kolonialisasi dan imperaliasi bangsa barat yang kafir.

Seharusnya cerita-cerita tentang penderitaan akibat penindasan, penzaliman terhadap orang-orang kafir dan munafik saudara-saudara kita di Irak, Afghanistan, Thailand, Filipina dan bekas negara-negara uni soviet yang selama ini hanya didapat dari media massa bisa di akses langsung. Beda rasanya jika mendengar dari para pelaku atau korban langsung yang mengalami peristiwa penindasan tersebut. Peningkatan ghirroh solidaritas keIslaman pasti akan muncul setelah itu.

Ditambah pula barangkali pengamatan langsung betapa cengkeraman orang-orang Yahudi telah demikian dalam masuk ke negara-negara Arab, bahkan dua tanah suci kita juga tak luput dari penguasaan mereka. Penguasaan secara wilayah mungkin tidak, tapi penguasaan dalam bentuk yang lain yakni konsep dan gaya hidup masyarakat arab sebagian sudah sama dengan mereka.

Realitas-realitas itulah yang sesungguhnya menjadi tantangan bagi para haji usai menunaikan ibadah haji. Peningkatan iman mereka setelah berhaji sudah mendapatkan ruang untuk beraktualisasi dalam pertarungan kehidupan. Iman yang lebih kuat harus mulai dibenturkan dengan kenyataan-kenyataan hidup yang masih jauh dari syariah Allah swt.

Semangat keislaman lebih kuat dari orang-orang yang pulang dari haji itulah yang kita butuhkan untuk memperbaiki keadaan umat kita sekarang ini. Bayangkan apabila jutaan orang setiap tahunnya mengunjungi tanah suci untuk berhaji dan kemudian kembali ke negaranya masing-masing membawa semangat memperbaiki kondisi umat Islam, maka tidak perlu butuh waktu lama untuk mengembalikan kejayaan Islam kembali seperti dahulu kala.

Tinggal bagaimana kemudian memberikan pamahaman tersebut kepada mereka; orang-orang yang akan dan telah menunaikan ibadah haji. Membuat mereka mengerti akan tanggung jawab pribadi terhadap kebangkitan umat. Allah swt telah memilih mereka untuk memenuhi panggilan nabi Ibrahim berhaji sebagai sarana mengambil spirit perjuangan Nabi Ibrahim dan keluarganya dalam menegakkan bangunan peradaban Islam pada masanya.

Tanpa kesadaran seperti itu tidak menutup kemungkinan berangkat haji hanya menjadi ajang untuk meraih kebanggaan dunia. Senang rasanya jika dipanggil “pak atau bu haji”, plus embel-embel huruf “H” di awal namanya. Orang seperti itu mungkin belum mendapatkan spirit haji dan bisa jadi juga Allah swt belum menganugerahkan kepadanya haji mabrur. Sayang sekali.

| edit post

0 Responses to "Semangat dari tanah suci"

Posting Komentar