RSS

Sepak bola dan pengemarnya

abinehanafi Filed Under: Label:
Bismillahirrahmanirrahim

Dengan kualitas tertentu, saya juga pengemar sepak bola. Meski belum pernah datang ke stadion menyaksikan sebuah pertandingan, saya cukup puas menyaksikan tayangan langsung live di sebuah stasiun televisi swasta. Olah raga ini juga yang rutin saya mainkan satu kali seminggu di lingkungan saya tinggal. Sekedar untuk menjaga kesehatan dan bercengkerama bersama teman-teman.

Wajar juga kalau kemudian saya sedikit banyak mengetahui riuhnya berita tentang sepak bola yang sedang menjadi head line di media massa negeri ini, cetak dan elektronik hari-hari ini. Mulai “kehebatan” tim nasional Indonesia di kompetisi AFF yang diikutinya, juga munculnya seorang hero baru bernama Irfan Bachdim. Hingga keyakinan sebagian penggemar bola di Indonesia bahwa sekaranglah saatnya merebut juara Asia Tenggara setelah selama ini paling banter tiga kali menjadi finalis. Semoga saja.

Bola memang bundar. Beragam peristiwa terangkum di dalamnya. Olah raga yang diklaim memiliki penggemar paling banyak didunia. Olahraga rakyat, begitu sebagain orang menyebutknya. Mungkin dulu iya, entah kalau sekarang. Menyusutnya jumlah lapangan bola membuat banyak orang kehilangan kesempatan menyalurkan hobinya.

Juara dunia sepak bola prestisenya juga mengalahkan seluruh olahraga lainnya. Negara yang sedang konflikpun menikmati berkahnya karena masyarakat rehat sebentar menyaksikan tayangan pertandingan antar kesebelasan yang bertanding. Bahkan ada juga pemimpin negara terntentu mempergunakannya untuk mengalihkan masyarakatnya dari perhatian terhadap kemerosotan ekonomi dan maraknya korupsi yang sedang melilit negara tersebut.


Tidak sedikit yang heran dengan kegilaan sebagian orang yang rela mengorbankan segala miliknya termasuk nyawanya untuk mengejar, menendang dan merasakan sensasi dalam sebuah parade kemenangan. Namun justru yang lebih edan lagi adalah orang-orang yang menempatkanya lebih dari sekedar hiburan, permainan dan juga olahraga. Sepak bola adalah agama, lebih ekstrim lagi sepak bola di atas segalanya termasuk hidup itu sendiri.

Faktor ekonomi memang mempengaruhi hegemoni sepak bola didunia kita. Trilyunan uang yang berputar di sekelilingnya membuat orang-orang berlomba menjadi ahlinya dalam segala sisi; pemain, pelatih, manajer, pelatih dan juga sponsor. Jangan lupakan pula komentator bola, orang berjas dan berdasi di atas kursi yang seakan-akan sangat jago bola melebihi manajer paling top di dunia sekalipun. Maka bukan hal yang aneh sekarang ini jika para pemain dan pelatih bola lebih dikenal warga sebuah negara dibanding para pemimpin negerinya sendiri.

Beda mungkin bagi anak-anak di lingkungan rumah saya. Bermain bola merupakan sarana melampiaskan kepenatan dan rasa jenuh setelah enam hari berkutat dengan kesibukan mencari ilmu. Selama dua hari nafsu menendang bola dikeluarkan semuanya.

Meski harus bergantian tidak masalah, justru lebih menantang. Beberapa anak membentuk satu tim tergantung kesepakatan mereka sendiri. Tim yang bermain dan kemasukan bola alias kena gol otomatis akan diganti tim lainnya. Sementara bagi yang menang mempunyai hak untuk meneruskan permainan sampai ia kemasukan bola dan diganti oleh tim berikutnya.

Seorang teman pernah mengolok temannya karena tidak menyukai sepak bola sehingga tidak pernah mau bermain bola setiap diajak. Sambil guyonan ia mengatakan normalnya seorang laki-laki itu menyukai sepak bola, kalau seorang laki-laki tidak menyukai bola maka diragukan kelaki-lakiannya. Namun sayang provokasi itu tidak berhasil memanasi temannya untuk tertarik bersikap seperti dirinya “gibol alias gila bola”.

Sebegitu saktikah sepak bola? Bagi yang menyukai mungkin iya, bagi yang tidak menyukainya ia ibarat pertunjukkan bodoh duapuluh dua orang memperebutkan bola untuk dimasukkan ke dalam gawang. Tidak jarang orang yang tidak menyukai bola guyon dengan menawarkan kepada teman-temannya untuk membelikan bola 22 biji untuk dibagi kepada setiap pemain bola. Daripada rebutan, begitu katanya.

Memang ada orang yang mengatakan kalau sepak bola bisa mengajarkan kepada orang prinsip kerja sama dan fair atau kejujuran. Kerja sama dalam mencapai tujuan dan fair untuk menerima kekalahan dengan lapang dada serta tidak sombong ketika memperoleh kemenangan.

Namun nampaknya tidak banyak orang yang benar-benar berfikir begitu. Kebanyakan orang hanya menikmati permainan dan merayakan kemenangan kesebelasan yang mereka dukung. Karena ketika sebuah tim tertentu kalah, ternyata tidak semua pendukung dan penggemarnya rela menerimanya. Mereka meneror tim lawan, aparat pertandingan dan termasuk pendukung tim lawan. Banyak sudah contoh yang bisa kita ingat dari amuk supporter bola di negeri ini.

Bagi orang yang tidak terlibat langsung dalam pekerjaan terkait sepak bola, menyukai sepak bola boleh-boleh saja asalkan dalam posisi sewajarnya. Letakkan ia sebagai sebuah permainan dan olah raga, tidak lebih. Tidak patut kalau kemudian ia bisa menyedot seluruh perhatian dan konsentrasi pikiran kita. Tidak pantas pula kalau kita rela mengorbankan hal-hal yang lebih penting untuk bela-belain menonton, menyaksikan ataupun membicarakannya sepanjang waktu. Masih banyak hal lebih penting untuk kita pikirkan, rencanakan, diskusikan dan kerjakan.

| edit post

0 Responses to "Sepak bola dan pengemarnya"

Posting Komentar